iklan Mochammad Farisi, LL.M.
Mochammad Farisi, LL.M.

Oleh : Mochammad Farisi,LL.M.

Debat pasangan calon pilkada selalu menarik untuk diikuti, meskipun biasanya debat hanya menarik bagi khalayak yang berpendidikan menengah keatas dan wilayah perkotaan, namun seiring dengan massifnya pemberitaan mengenai politik beberapa tahun belakangan ini, masyarakat mulai melek politik dan memberikan penilaian positif bahwa debat merupakan langkah baru dalam percaturan politik Indoensia.

Bahwa melalui debat ini para netizen dapat melihat dan mempelajari karakter, tampang, kecerdasan dan kemampuan, pengalaman serta program yang dilontarkan calon. Masyarakat harus aktif mengikuti jalannya debat, untuk mencatat dan memberikan penilaian dari debat tersebut sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan pilihan, apakah calon pantas atau tidak menjadi kepala daerah lima tahuh kedapan.

Debat pilkada dapat diartikan adu argument antara para calon tentang visi dan misi serta program kerja lima tahun kedapan. Debat yang berkualitas adalah debat yang menyajikan data ilimiah, tidak normatif tetapi solutif melalui program-program yang masuk akal dengan indikator pencapian yang terukur. Misalnya dalam hal pendidikan, calon harus tau berapa jumlah TK, SD, SMP, SMA, jumlah guru, bagaimana kuwalitas guru, kondisi sarana dan prasarana sekolah, kesejahteraan guru dan segudang permasalahan lainnya, sehingga dapat membuat program solutif disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah dengan indikator pencapaian yang terukur ditahun pertama sampai tahun kelima.

Debat adalah bagian dari kampanye, yang merupakan komunikasi politik untuk merebut hati masyarakat. Untuk itu diperlukan ketrampilan berkomunikasi (communication skills), pengetahuan yang mendalam tentang materi/tema, sikap jujur dan menawan. Dalam konteks komunikasi politik, seorang calon dituntut memiliki daya tarik (attractiveness) untuk mempengaruhi pemilih, misalnya cara berbicara yang sopan, murah senyum, cara berpakaian yang rapi dan postur tubuh yang ideal, hal itu akan menimbulkan daya simpati bagi pemilih pemula khususnya para gadis dan ibu rumah tangga.

Ketrampilan berkomunikasi dalam istilah politik sering disebut retorika, yaitu teknik atau seni dalam memilih kata-kata yang dapat mempengaruhi khalayak. Pada saat debat, kemampuan beretorika berarti calon harus dapat berbicara jelassupaya mudah dimengerti, singkat untuk menghemat waktu, efektif, dan mengesankanartinya memiliki pengaruh atau efek pada khalayak. 

Berdasarkan pengalam penulis saat menjadi moderator debat, para calon memiliki waktu sangat terbatas untuk menjelaskan visi & misinya, untuk itu kemampuan beretorika sangat penting dikuasai misalnya; tidak perlu mengatakan yang terhormat bapak A, B, C dst cukup hadirin dan masyarakat yang saya hormati, jangan berbicara terlalu cepat perhatikan tempo dan intonasi suara, perhatikan penunjuk waktu untuk mengatur panjang pendek jawaban, tunjukkan rasa percaya diri dan semangat tapi jangan overconfident, tampil dengan penuh pesona, wajah berseri dan jujur.

Dalam debat, semua perilaku anda akan diperhatikan oleh masyarakat, mulai dari penampilan, gerak tubuh, dan tingkah laku. Pemilihan pakaian yang serasi, elegan dan sederhana memberikan kesan positif bagi masyarakat. gerak tubuh, tangan dan bahu yang rileks saat berbicara serta senyum yang tulus akan menguatkan simpati rakyat. Tingkahlaku yang sopan ditunjukkan dengan berjabat tangan dan pelukan kecil diawal dan diakhir debat menunjukkan kerendahan hati.

Tujuan beretorika dalam debat adalah mempengaruhi audiance untuk memilihnya, cara merebut hati masyarakat sebenarnya tidak sulit, pelajari issu-issu apa saja yang menjadi pokok persoalan dimasyarakat (misalnya kestabilan harga perkebunan, infrastuktur jalan, pelayanan publik, dll) kemudian analisis dan buat ide-ide atau terobosan yang solutif. Sewaktu menjadi tim ahli debat pilkada 2015 tidak sedikit tim sukses yang menghubungi penulis dan bertanya bocoran soal pertanyaan dalam debat, tentu penulis menolak secara halus dan mengatakan bahwa selama visi, misi dan program memang dibuat oleh sang calon dan betul-betul hadir sebagai solusi dari permasalahan masyarakat, calon tidak akan kesulitan menjawab pertanyaan dalam debat.

Retorika sudah berkembang sejak abad ke 5 SM dikalangan kaum sufis Yunani dengan mengajarkan pengetahuan tentang politik dan pemerintahan khususnya kemampuan berpidato. Georgias tokoh sofisme Yunani mengatakan bahwa kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan jika tercapai kemenangan dalam pembicaraan. Untuk itu tidak tabu dalam suatu debat mengkritik program calon lain, yang dirasa tidak masuk akal, tidak menjelaskan langkah kongkrit atau hanya ditataran teori dan terkesan normatif saja. Untuk menggairahkan suasana debat justru para calon harus menampilkan keunggulan diferensiasi program jangan menghindari debat dan boleh saling serang tapi tetap santun dan beretika.

Apakah debat mempengeruhi pemilih ?

Studi-studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa dabat tidak banyak mempengaruhi pemilih, kecuali bagi massa yang belum menentukan pilihan (undecided atau swing voters). Pada umumnya pemilih telah menetapkan pilihan sebelum dilakukan kampanye, sehingga sebenarnya debat hanya mempertegas pilihan masyarakat saja. Penilaian siapa yang menang dan kalah debat tergantung para pendukung masing-masing calon. Namun begitu, acara debat pilkada menurut penulis tetap penting ditradisikan untuk membuat demokrasi Indonesia semakin sehat dan berkuwalitas serta mengetahui bagaimana karakter, integritas dan komitmen masing-masing calon.

------------------------

(Penulis adalah Dosen Fisipol Unja)


Berita Terkait



add images