iklan

Oleh: Yasril, MA.Pol*

Hari pemungutan suara pemilihan Bupati dan Wakil Bupati semakin dekat, tidak sampai dua pekan lagi proses pemilihan kepala daerah di 101 daerah seluruh Indonesia ini digelar. Tidak terkecuali di tiga Kabupaten dalam Provinsi Jambi yakni Kabupaten Tebo, Sarolangun dan Muaro Jambi. Tepatnya tanggal 15 Februari 2017.

Tahapan ini menjadi tahapan yang paling krusial, menjadi penentu untuk mengetahui siapa pemimpin yang akan dipilih oleh rakyatnya di daerahnya masing-masing dan tentunya menjadi hari yang ditunggu-tunggu oleh semua pihak terutama para peserta pilkada, masyarakat dan pihak berkepentingan lainnya.

Bagi penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu dan jajaran tentunya tahapan ini yang sangat membutuhkan perhatian besar karena setidaknya hal tersebut menentukan apakah Pilkada serentak gelombang kedua tahun 2017 ini dinilai berkualitas atau tidak.

Salah satu ukuran kualitas penyelenggaraan pilkada ialah taat asas dan aturan, artinya Pilkada mesti diselenggarakan sesuai dengan perintah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta peraturan dan perundang-undangan lainnya.

Dalam kaitan ini Bawaslu, Panwaslu dan jajaran hadir sebagai lembaga yang diamanahkan oleh UU untuk memastikan bahwa penyelenggaraan pilkada berjalan sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang telah ditetapkan oleh regulasi yang ada. Dan secara aturan memang Institusi ini pula yang memiliki otoritas untuk mengawal dan memastikan pilkada tersebut berkualitas.

Namun demikian, dengan kompleksitas problem proses demokrasi kita hari ini dan keterbatasan lembaga pengawasan baik secara fasilitas dan kuantitas SDM yang dimiliki tentu peran pengawasan tidak bisa sepenuhnya bergantung kepada lembaga yang hanya bersifat permanen di tingkat pusat dan Provinsi ini.

Selain itu ada banyak problem pilkada 2017 yang menjadi potensi rawan terjadinya pelanggaran khususnya menjelang hari pemungutan dan penghitungan suara, sehingga menuntut pengawasan yang intensif di tiga kabupaten yang menyelenggarakan pilkada ini baik di Tebo, Sarolangun dan Muaro Jambi.

Berdasarkan pemetaan potensi rawan oleh lembaga pengawasan sendiri, setidaknya ada lima aspek potensi rawan pelanggaran yang menjadi fokus pengawasan menjelang dan saat pemungutan suara. Diantaranya pertama, aspek akurasi data pemilih dan pengguna hak pilih; kedua, aspek ketersediaan logistik; ketiga, aspek pembagian uang atau materi lainnya (money politic); keempat, aspek keterlibatan penyelenggara; kelima, aspek kepatuhan prosedur pemungutan dan penghitungan.  Semua itu tentu membutuhkan energi dan fasilitas yang cukup untuk memastikan tidak terjadinya pelanggaran.    

Sehingga harus ada kesadaran bahwa kesuksesan pilkada tidak hanya bergantung kepada salah satu unsur saja seperti penyelenggara baik KPU atau Panwaslu, tetapi semua pihak memiliki peran dan fungsi masing-masing dalam keberhasilan pesta demokrasi ini. Oleh karenanya harus ada persepsi yang sama bahwa sistem pengawasan Pilkada Serentak 2017 merupakan tanggung jawab bersama.

Pemilu atau pilkada ini tak boleh eksklusif diklaim punya Panwaslu, KPU atau parpol, sejatinya pemilu ini adalah milik rakyat dimana kepentingannya adalah kepentingan bersama dan daerah yang dicintai. Sehingga semua komponen masyarakat harus ikut andil untuk terlibat aktif dalam pengawasan terhadap proses demokratisasi ini.

Sehingga strategi pengawasan partisipatif yang dibangun oleh lembaga pengawasan dinilai cukup efektif dalam rangka menciptakan pilkada yang berkualitas. Merangkul masyarakat agar mau ikut serta berpartisipasi apapun profesi dan bagaimana kita bekerja, paling tidak ada kepedulian terhadap pengawasan pemilu sebagai bentuk tanggungjawab bersama.

Kepedulian inilah yang diwujudkan dalam berbagai bentuk, baik menggunakan hak pilihnya pada saat hari pemilihan di TPS masing-masing, maupun berpartisipasi aktif mengawal dan mengawasi proses pelaksanaan tahapan penyelenggaraan dari awal bahkan terutama menjelang tahapan pemungutan dan penghitungan, diantaranya mau melapor jika menemui adanya dugaan pelanggaran dan mencegah sehingga tidak terjadi pelanggaran.

Sebab sejatinya pilkada yang minim pelanggaran menunjukkan pilkada yang berkualitas, sebagai bukti berjalannya proses pengawasan yang efektif dengan upaya-upaya pencegahan (preventive).

Jika penyelenggaraan pilkada taat asas dan aturan, sekali lagi tentu saja parade demokrasi lokal ini sudah pasti berkualitas. Sebaliknya, pilkada bisa divonis tidak berkualitas jika diselenggarakan secara sembarangan dan ugal-ugalan tanpa mengindahkan ketentuan perundang-undangan.

Tugas penyelenggara pemilu tidak hanya memastikan pelaksanaan pemilihan berjalan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan, tetapi juga jauh lebih penting lagi ialah menggairahkan partisipasi masyarakat untuk menentukan pemimpinnya. Sebab, masyarakat bergairah kalau mereka yakin pilkada digelar tanpa cacat karena berjalannya proses pemilihan yang jujur dan adil.

Harapan dari semua ini tentunya benar-benar proses pemilihan kepemimpinan politik terutama di tiga daerah dalam Provinsi Jambi ini baik di Kabupaten Tebo, Sarolangun dan Muaro Jambi berjalan dengan aman, lancar dan kondusif. Semua pihak harus menciptakan suasana yang sejuk serta mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa demi terwujudnya kesejahteraan rakyat dan kemajuan daerah.

*Penulis adalah Pimpinan Panwaslu Kabupaten Muaro Jambi dan Tenaga Pengajar di IAIN STS Jambi


Berita Terkait



add images