iklan Bahrul Ulum.
Bahrul Ulum.

Oleh : Bahrul Ulum

SAAT ini kejujuran menjadi barang langka, orang-orang berlomba mengejar kesenangan duniawi dengan mengumpulkan harta meski dari sumber yang tidak halal, bakan ada yang beranggapan bahwa mencari yang haram saja sudah sulit.

Wah, hal ini sudah kebangetan dan pertanda keyakinan agamanya sudah tercerabut. Jika sudah seperti ini asumsi dan stuasinya, maka menjaga nama baik seolah menjadi sesuatu yang tidak penting, karena yang ada dalam benaknya hanya bagaimana mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dari manapun sumbernya.

Lalu berusaha memenuhi seluruh hasrat hidup duniawinya untuk menaikkan status sosialnya dengan cara instan, sembari sesekali menunjukkan keshalehan sosialnya, supaya terkesan ahli ibadah dan peduli pada lingkungan.

Fenomena yang kita saksikan di media massa, hampir setiap hari ada saja orang yang menampilkan cerita tentang ketidakjujuran seperti korupsi, manipulasi dan modus penipuan lainnya, yang akar motifnya ketika seseorang terjebak untuk mengikuti gaya hidup terkini, agar dirinya dipandang sebagai bagian dari strata sosial level atas.

Padahal, sejak pendidikan formal dan non formal kita mengajarkan, bahwa harga diri seseorang dapat diukur dari ilmunya, pribadinya dan kontribusinya pada masyarakat banyak, bukan pada gaya hidupnya yang menjadikan materi dan pangkat sebagai aseoris pemanis diri dan pendongkrak status sosialnya.

Mereka terjebak pada sumsi sesat bahwa dengan menggunakan barang-barang mahal seakan-akan harga dirinya ikut terdongkrak naik. Padahal yang berharga itu asesorisnya, bukan diri pribadinya. Orang-orang semacam ini mesti diingatkan dan perlu mendapat terapi sosial. Mereka terkena krisis identitas, kejujuran dan kepribadian.
Ironisnya fenomena di atas tidak saja dilakukan oleh mereka yang pengetahuan agamanya yang memang masih dangkal, tetapi juga mereka yang memiliki pengetahuan agama yang lumayan baik dan tergolong orang-orang pintar.

Apalagi dilihat dari gelar akademik yang dimiliki. Karena itu tidak salah jika ada ungkapan bahwa lebih mudah mencari orang-orang pintar daripada mencari orang-orang jujur.

Ketika memperebutkan harta dan jabatan, manusia seolah tidak lagi peduli atas halam dan haram, seolah tidak yakin jika kejujuran itu adalah kemuliaaan dan berjangka panjang sedangkan keidakjujuran adalah kehinaan dan berjangka nikmat yang pendek.

Ibnu Masud menuturkan bahwa Rasulullah Saw bersabda,

Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.

Meski banyak orang yang tidak jujur atau mungkin ada yang pesimis menanamkan sikap juur, namun keujujuran harus menjadi sikap dalam kehidupan mnausia, agar kehiudupan menjadi harmonis dan terhindar dari penampilan yang penuh kepalsuan. Salah satu metode yang efektif untuk melatih kejujuran adalah dengan berpuasa.

Ibadah puasa adalah ibadah yang yang sangat rahasia. Yang tahu kita berpuasa atau tidak hanya kita dan Allah Swt. Karena berisfat personal inilah, maka Allah Swt yang akan menjamin pahalanya: Setiap amal ibadh anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan menjamin pahalanya (HR.Al-Bukhari).

Puasa benar-benar melatih dan menguji kejujuran, dengan menyadari bahwa apapun yang kita lakukan bahkan di tempat persembunyiaan yang paling rahasia dan canggih semodern apapun sudah pasti diketahui oleh Allah SWT.

(Dosen UIN STS/PWNU Provinsi Jambi/Pengurus MUI Prov.Jambi).


Berita Terkait



add images