iklan

JAMBIUPDATE.CO, SUNGAIPENUH - Meneteskan air mata, kondisi itulah yang dialami seorang buruh tani Frengki (32), warga Semurup, Kabupaten Kerinci bersama istrinya Nevia (25) warga Koto Padang, Kota Sungai Penuh, saat ini tinggal di sebuah gubuk ladang di Desa Tanjung Syam, Kecamatan Bukit Kerman, Kabupaten Kerinci, karena sudah tidak memiliki apa-apa lagi, demi merawat sibuah hati, Lativa Cantika (11 Bulan), yang menderita sakit kelainan anus dan tidak memiliki satu bola mata.

Putri keduanya itu, menderita sakit sejak lahir, sehingga tidak bisa tumbuh seperti anak normal lainnya. Butuh biaya besar, agar penanganan medis bisa dilakukan.

Frengki dan Nevia yang sebenarnya berasal dari Desa Koto Cayo, Semurup, saat ini menumpang hidup di desa lain, dan menempati sebuah pondok kecil di area perladangan Tanjung  Syam.

Kami sebenarnya asli dari Koto Cayo, tapi rumah dan semua harta yang kami miliki di sana sudah kami jual. Kami tinggal di ladang milik orang di Tanjung  Syam, ungkap Frengki.

Pondok yang ditempati oleh Frengki dan Nevia, dibangun oleh warga yang masih simpati, dan membantu secara sukarela, karena kasihan melihat penderitaan yang dialami oleh pasangan muda ini.

Frengki mengisahkan, keputusan sulit  tersebut terpaksa dia lakukan tujuh bulan lalu. Ketika itu, putri keduanya, Lativa Cantika yang baru berusia 2,5 bulan, harus segera menjalani operasi. Anak kami menderita kelainan anus, sehingga harus dilakukan operasi agar dia tetap bisa bertahan hidup, tambahnya.

Tanpa pikir panjang lagi, Frengki pun menjual semua harta yang dimilikinya. Sehingga operasi tahap pertama berhasil dilakukan, dengan menghabiskan biaya sebesar Rp 32 juta, karena saat itu keluarga mereka belum memiliki BPJS.

Sekarang, tinggal menunggu panggilan dari dokter untuk dilakukan operasi ke dua. Selain anus, kata dokter mata yang tidak memiliki bola mata, harus tetap dibuka agar tidak menjadi sarang kuman, jelasnya.

Ditanya soal keberadaan keluarga, Frengki mengaku keluarganya sebenarnya masih ada. Hanya saja, tidak ada yang datang memberikan bantuan. Ya, namanya juga orang miskin, mana ada keluarga yang mau datang membantu. Saya dan istri seakan-akan berjuang sendiri,, menghadapi masalah ini, tandasnya.

Kendati sudah menjalani operasi tahap pertama, bukan berarti penderitaan dan rasa sakit yang dialami oleh Cantika hiang begitu saja.

Setiap hari, harus dimasukkan besi ke lubang anus buatan, agar lubang tersebut tidak tersumbat. Setiap kali besi dimasukkan, Cantika menangis karena sakit. Saya tidak tega melihat anak saya menderita seperti itu, kata bapak dua orang anak ini, yang tak kuasa menahan air matanya.

Dia hanya berharap, agar buah hatinya diberikan kesembuhan, sehingga hari-harinya bisa tumbuh dan berkembang seperti anak-anak lainnya, tanpa merasakan kesakitan.

Penderitaan yang dialami oleh keluarga ini semakin bertambah, karena harus tinggal di ladang, dengan kondisi pondok yang kurang layak. Terlebih, karena Cantika yang terus menderita sakit.

Pengen tempat tinggal yang layak, agar bisa merawat anak saya yang masih sakit. Selain itu, anak saya yang pertama juga harus sekolah, saat ini dia masih duduk di kelas tiga SD, harapnya.

Frengki mengaku tidak tahu harus berbuat apalagi, jika dokter memintanya untuk segera ke Padang untuk dilakukan operasi kedua kepada anaknya.

Apalagi, semua harga yang dia miliki sudah dihabiskan untuk membiayai operasi pertama. Saya hanya bisa pasrah, dan berharap ada yang membantu, jawabnya.

Sementara Nevia, mengaku sudah tidak tahu harus berbuat apalagi, untuk membiayai pengobatan anaknya. Suami sudah kerja banting tulang, namun untuk makan saja susah, ungkap Nevia sambil memeluk putrinya.

Selama ini tidak ada bantuan dari pemerintah, belum pernah ada pejabat atau petugas kesehatan di Kerinci yang datang melihat kondisi kami, bebernya lagi.

Beberapa hari ini, ada beberapa Donatur yang membantu untuk operasi anaknya. Namun, bantuan tersebut masih kurang untuk biaya operasi yang cukup mahal.

Jika sudah memiliki uang, Nevia ingin segera berangkat ke Padang, untuk segera mengakhiri rasa sakit yang dialami oleh puterinya tersebut. Kami tidak tega, melihat Cantika yang selalu kesakitan, bebernya dengan meneteskan air mata.

Saat inoi, mereka sudah berada dirumah mertuanya di Desa Koto Padang, Kecamatan Tanah Kampung, Kota Sungai Penuh.(adi)


Berita Terkait



add images