iklan Johan P. Majabubun merupakan penyelam perempuan di evakuasi korban Lion Air JT 610 (HENDRA EKA/JAWA POS)
Johan P. Majabubun merupakan penyelam perempuan di evakuasi korban Lion Air JT 610 (HENDRA EKA/JAWA POS)

JAMBIUPDATE.CO, - Wajah ibu dua anak itu tak tampak lelah meski baru saja seharian turut membantu tim evakuasi korban Lion Air PK-LQP di perairan Karawang, Jawa Barat.

Dia satu-satunya perempuan di antara tujuh penyelam yang baru turun dari kapal SAR Sadewa tadi malam, sekitar pukul 19.00, di Dermaga JICT II. "Aku terbiasa dikelilingi laki-laki. Hobi olahraga ya basket, di tempat kerja banyak laki-lakinya juga," kata Johan (baca: Yohan), lantas tersenyum.

Selain sebagai anggota Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI), dia menjadi instruktur di Jakarta Offshore Training Center. Itu adalah perusahaan pelatihan keselamatan kerja untuk bidang usaha di lepas pantai.

Meski sudah bertahun-tahun menjadi instruktur, pengalaman dalam rescue mengevakuasi korban kecelakaan pesawat baru kali ini dia ikuti. "Saya sedih melihat kondisi korban dan membayangkan bagaimana perasaan keluarga yang ditinggalkan," tutur perempuan yang tinggal di Depok, Jawa Barat, itu.

Yang ditemui Johan sepanjang evakuasi adalah serpihan-serpihan tubuh korban. Hampir semuanya tidak utuh lagi. Mulai tangan, dada, hingga daging yang tercecer.

Sering juga dia menemukan usus yang terburai. "Ada juga tulang yang sudah melunak seperti dipresto. Kalau diangkat rapuh," ungkap Johan.

Dia memang lebih sering berurusan dengan mayat korban daripada puing. Sebab, untuk urusan puing, sudah banyak yang mengambil.

Biasanya temuan serpihan tubuh korban itu dimasukkan ke jaring khusus. Sebelumnya, dia diberi kantong mayat. Tapi, karena malah berat saat diangkat lantaran terisi air, dia bersama timnya berinisiatif untuk menggantinya dengan jaring khusus yang rapat.

Dengan begitu, bila diangkat dari dalam laut, airnya bisa ditiriskan. "Jaringnya mirip tempat bawang merah atau bawah putih itu. Tapi, lebih kuat," ungkap dia.

Bekerja dengan banyak penyelam, total untuk rescue sesuai data Basarnas ada 154 orang, ternyata tidak cukup mudah. Sebab, tiap penyelam tentu punya kemampuan yang berbeda-beda.

Johan yang punya sertifikasi A3 dari POSSI kerap mendapati penyelam yang kurang punya kemampuan atau daya apung di atas dasar laut yang berlumpur. "Ngepak lumpur jadi naik sehingga ganggu teman belakangnya," imbuhnya.

Hampir tiap hari pasukan penyelam dari POSSI berangkat pagi dan kembali malam. Ada pula yang sampai menginap di laut. Sementara itu, Johan memilih untuk pulang karena ada dua anaknya yang menunggu serta delapan anjing miliknya.

"Anak-anak sih sudah percaya saja. Saat pamitan, mereka biasa saja," ujar ibunda Jason, 20, dan Fiona, 14, tersebut.

Dua anak Johan juga mengikuti jejaknya sebagai penyelam. Johan mengatakan suka selam sejak dulu. Alasannya sederhana. Dia suka bermain air.

Bukan karena sekadar suka dengan indahnya karang dan pasir lautan. "Aku lebih mensyukuri hebatnya Tuhan. Sampai bikin manusia yang tak punya insang, tapi bernapas di dalam air," tutur dia.

Ketua Dewan Instruktur PB POSSI Hanny Tambuwun mengungkapkan, Johan memang satu-satunya penyelam perempuan mereka yang turun dalam evakuasi korban Lion Air itu. Total ada 40 penyelam yang bergantian untuk turut membantu penyelaman dan menemukan korban. "POSSI turun dalam berbagai musibah, selalu ada anggotanya yang terlibat. Baik perorangan maupun di tim lain ada kelompok yang adakan," kata Hanny di posko POSSI.

Dia menuturkan, para anggotanya yang ikut dalam evakuasi itu rata-rata sudah punya kemampuan khusus dalam rescue. Mereka berasal dari berbagai latar belakang, mulai pensiunan pasukan khusus hingga pelatih pendidikan selam. Termasuk fotografer bawah laut. "Begitu ada pengumuman singkat di grup WA (WhatsApp), teman-teman langsung antusias untuk ikut," imbuhnya. 

(jun/c7/ttg)


Sumber: JawaPos.com

Berita Terkait



add images