iklan Sejumlah pemain dari Oriental Circus Indonesia melakukan pertunjukan The Great 50 Show yang digelar di Komplek Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (14/12). (Ricardo/JPNN/Jawa Pos Group)
Sejumlah pemain dari Oriental Circus Indonesia melakukan pertunjukan The Great 50 Show yang digelar di Komplek Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (14/12). (Ricardo/JPNN/Jawa Pos Group)

Terus berinovasi dalam kemasan pertunjukan merupakan salah satu cara Oriental Circus Indonesia bisa bertahan lama. Telah menghelat 40 ribu pertunjukan dan menghibur lebih dari 17 juta penonton.

JAMBIUPDATE.CO, - MASIH adakah orang yang tertarik dengan sirkus?Itulah pertanyaan yang sempat membuat Hans Manansang ragu saat diminta melanjutkan usaha keluarga, Oriental Circus Indonesia (OCI). "Saya khawatir tidak ada yang menonton," kata Hans kepada Jawa Pos.

Namun, lewat The Great 50 Show Oriental Circus Indonesia, keraguan Managing Director PT Ananta Harsa Group, pengelola OCI, itu terjawab.

"Saya cukup puas dengan penonton yang datang. Apalagi, saya lihat mereka menikmati ketika show dimulai," ungkapnya.

Show di kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, itu berlangsung sejak 14 Desember sampai 27 Januari. OCI disebut-sebut sebagai sirkus tertua di Indonesia. The Great 50 Show Oriental Circus Indonesia dihelat dalam rangka merayakan 50 tahun atau setengah abad usia mereka.

Pertunjukan kali ini didasarkan pada kisah eyang Hans, Hadi Manansang, yang merupakan pendiri OCI. Tersebutlah seorang pemuda bernama Noah yang jatuh cinta kepada sirkus nomaden saat menjadi buruh di Shanghai, Tiongkok.

Aksi-aksi akrobatik membuat hati Noah kepincut dan akhirnya mengubah jalan hidupnya. Dia pun bergabung ke sirkus tersebut.

Pada satu waktu akhirnya Noah terpaksa harus meninggalkan kelompok sirkusnya. Dia berlayar menuju Indonesia. Di Nusantara dia mencoba peruntungan menjadi pedagang. Namun, hati kecilnya masih ingin menjadi pemain sirkus.

Mimpi Noah kembali terjun ke dunia sirkus terwujud saat tiga anak lelakinya ternyata juga berbakat melakukan pertunjukan akrobatik. Sirkus dimulai dari satu alun-alun ke alun-alun lainnya. Dari sanalah OCI lahir.

Selama 50 tahun perjalanannya, menurut Hans, OCI selalu konsisten dengan kombinasi penampilan akrobatik, badut, dan aksi binatang terlatih. Mereka telah menjelajah berbagai kota di Indonesia, besar maupun kecil. Dari Sabang hingga Maluku.

Kalau Hans menghitung, sudah hampir 40.000 pertunjukan digelar. Dan, lebih dari 17 juta penonton telah dihibur.

Hans mengenang, masa kecilnya dulu dihabiskan dengan berpindah-pindah tempat mengikuti orang tua, Frans Manansang, si jago juggling, show keliling kota. "Kalau sirkus sekarang beda. Pemainnya sudah tinggal di apartemen, tidak di karavan atau bus," papar Hans yang merupakan putra Frans Manansang yang dikenal jago juggling itu.

Pemainnya pun kini tak serta-merta selamanya ikut rombongan. Misalnya, untuk membangun pertunjukan di Gelora Bung Karno (GBK) pada awal tahun ini, OCI melakukan seleksi.

Para talent berasal dari Indonesia dan luar negeri. Mereka melamar setelah OCI mengumumkan membutuhkan pemain. "Untuk seleksi, saya minta kirimkan link YouTube yang berisi tampilan latihannya," ujar Hans.

Setelah dirasa cocok, talent dipanggil. Ada yang berasal dari Tiongkok, India, dan beberapa negara lain yang terkenal dengan aksi sirkus. "Untuk gaji berbeda-beda, bergantung kemampuan pemain," tuturnya.

Setelah semua pemain dirasa lengkap, akhirnya mereka berlatih. Pertama latihan per babak untuk memahami skenario. Setelah fasih, lalu latihan gabungan. "Memang tidak mudah menggabungkan pemain yang berasal dari banyak latar belakang," tuturnya.

Untuk tahun ini, setelah mengakhiri pertunjukan di GBK hingga 27 Januari, mereka mengadakan show keliling di Jawa dan Bali sampai tujuh hari.

Seperti Hans, Josh Kunze, Ring Master The Great 50 Show, juga bangga lantaran penampilannya bersama OCI mendapatkan apresiasi. Itu sekaligus menjadi pengalaman berbeda untuk Josh.

Sebab, sejatinya dia penyanyi jazz. "Saya sebagai pekerja seni senang lihat animo penonton," ucapnya.

Josh pun harus pandai-pandai mengatur kondisi badan. Maklum, dalam pentas kali ini dia nyanyi tanpa ada lipsynch. "Selama show saya harus jaga makanan walaupun kerjanya padat," tuturnya.

Resep untuk bisa terus bertahan terletak pada kemampuan berinovasi dalam mengemas tontonan. Cerita Noah di atas, misalnya, menginspirasi Hans Manansang untuk memvisualkannya dalam penampilan sirkus.

"Kalau selama ini sirkus hanya potongan-potongan pertunjukan, kali ini kami menghadirkan satu cerita," ujarnya.

Setiap tahun selalu ada cerita baru. Jika tahun ini pertunjukan menceritakan Noah, belum tentu tahun depan ada cerita yang sama. Itu dilakukan agar sirkus tidak ditinggalkan penonton di tengah melubernya pilihan tontonan. 

Editor           : Ilham Safutra 
Reporter      : (*/c10/ttg)


Sumber: JawaPos.com

Berita Terkait



add images