iklan Bukan hanya ditahan, namun Heyit yang berusia 55 tahun dilaporkan meninggal di dalam tahanan, setelah mengalami dua tahun penyiksaan brutal (Youtube)
Bukan hanya ditahan, namun Heyit yang berusia 55 tahun dilaporkan meninggal di dalam tahanan, setelah mengalami dua tahun penyiksaan brutal (Youtube)

JAMBIUPDATE.CO, - Turki mengajukan protes kepada Tiongkok tentang perlakuannya terhadap Muslim Uighur, dan meminta Tiongkok segera menutup kamp konsentrasinya. Protes ini dilakukan setelah seorang penyair dan musisi terkenal Abdurehim Heyit termasuk di antara mereka yang ditahan oleh otoritas Tiongkok.

Bukan hanya ditahan, namun Heyit yang berusia 55 tahun dilaporkan meninggal di dalam tahanan, setelah mengalami dua tahun penyiksaan brutal.

"Kami bersedih karena kematian Heyit di tahun keduanya di dalam tahanan. Dia dihukum karena salah satu lagunya," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Hami Aksoy dilansir dari Quartz.com.

Namun, Tiongkok merilis video yang tampaknya dibuat pada 10 Februari yang menunjukkan Heyit masih hidup, meskipun banyak di komunitas Uighur menyatakan keraguan tentang keasliannya. Ketua Hak Asasi Manusia Uighur  Nury Turkel mengatakan kepada BBC bahwa aspek-aspek tertentu dari video itu mencurigakan.

Heyit, seorang etnik Uighur, terkenal karena penampilannya dengan dutar, instrumen dua senar tradisional. YouTube memiliki sejumlah video yang menunjukkan dia memainkan alat musik dan bernyanyi. The New York Times melaporkan tidak dapat secara independen mengkonfirmasi kematian Heyit.

Selain itu, Radio Free Asia melaporkan pada November 2017 bahwa Heyit ditangkap tanpa penjelasan resmi oleh otoritas Tiongkok. Mereka mencatat bahwa penangkapan itu terjadi pada awal tahun ini tetapi disembunyikan dari dunia.

"Abdurehim Heyit adalah artis dan semua lagunya disetujui oleh Pemerintah Tiongkok," kata artis dan penyanyi Uighur yang berbasis di London Rahima Mahmut kepada RFA pada saat itu. "Tidak ada lagunya yang dilarang sebelumnya."

Kedutaan Besar Tiongkok di Turki mengeluarkan pernyataan menyebut pernyataan Turki sebagai pelanggaran serius terhadap fakta.

Editor : Dyah Ratna Meta Novia

Reporter : Verryana Novita Ningrum


Sumber: JawaPos.com

Berita Terkait



add images