iklan

JAMBIUPDATE.CO, SURABAYA - Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan tanpa Rokok (KTR) di Surabaya telah tuntas Senin (18/2).

Pemkot dan dewan menyepakati seluruh pasal raperda, termasuk aturan khusus untuk aparatur sipil negara (ASN). Peristiwa kandasnya pembahasan seperti dua tahun lalu tak terjadi.

Sebelumnya, aturan untuk ASN tidak tercantum pada draf usulan pemkot. Namun, dewan memintanya Pansus melihat, banyak ASN yang belum disiplin.

Beberapa masih merokok di ruang kerja. Menurut pansus, jika lingkungan pemkot saja tidak tertib, masyarakat pasti enggan menaati perda itu.
"Ada masukan dari internal pansus dan kami semua sepakat. ASN harus jadi teladan bagi masyarakat," ujar Ketua Pansus Raperda KTR Junaedi yang merupakan perokok.Selama ini penegakan aturan soal rokok dalam perda lama dianggap tidak efektif. Bahkan, dalam 11 tahun penerapan, tidak ada satu orang pun yang terkena sanksi denda sesuai perda.Pansus tak mau perda yang baru bernasib sama dengan perda lama. Karena itulah, aturan tentang ASN begitu penting.

Karena menganggap hal itu sebagai alasan kuat, pemkot sepakat. Hanya, anggota pansus Ibnu Shobir masih mempertanyakan ASN yang dimaksud pasal tersebut.

Apakah cuma ASN pemkot atau juga ASN daerah lain. "Misalnya, ada ASN berkunjung ke gedung dewan. Mereka merokok. Apa terkena aturan yang sama? Sebab, mereka datang mewakili instansi, bukan pribadi," jelas politikus yang menjadi pengusul awal masuknya aturan bagi ASN itu di Raperda KTR.

Politikus PKS tersebut mengusulkan penyesuaian kalimat dalam pasal tentang ASN itu. Ditambahkan, ASN daerah dan ASN luar daerah harus taat pada perda tersebut.
Jika ada yang melanggar, pemkot dapat menyurati instansi atau kepala daerah asal ASN itu.

Usulan tersebut ditentang perwakilan pemkot maupun internal pansus. Anggota pansus dari Fraksi PDIP Agustin Poliana tidak sepakat.
Daerah

Menurut dia, sanksi bagi ASN tidak perlu melebar ke luar daerah. "Kalau mereka (ASN luar daerah, Red) melanggar, sanksinya sama dengan warga biasa. Enggak perlu diatur jeru-jeru lah," ujar politikus PDIP tersebut.

Sanksi bagi warga biasa yang melanggar ketentuan merokok adalah denda Rp 250 ribu. Sanksi tersebut segera diterapkan setelah raperda itu diundangkan. Kepala Dinas Kesehatan Febria Rachmanita sepakat dengan usulan yang terkait dengan

ASN tersebut. Dia menegaskan, raperda yang diusulkan itu tidak melarang orang merokok. Melainkan, mengatur agar lebih tertib, yakni merokok sesuai tempat.

"Bagi ASN yang melanggar, ada sanksi sesuai aturan perundang-undangan," jelas kepala dinas yang juga Plt direktur RSUD Soewandhie itu.

Dia menjabarkan, sanksi bagi ASN tersebut berjenjang. Jika kedapatan merokok di lingkungan pemkot atau KTR lain, selain membayar denda seperti masyarakat umum, ASN bakal mendapat teguran.

Apakah ada sanksi penurunan jabatan hingga pemecatan? Feni -sapaan akrab Febria- tak mau menjawab. "Nanti detailnya diatur di perwali," ujar Feni.

Sementara itu, pasal 3 yang selama ini menjadi ganjalan pansus sudah disepakati. Pasal tersebut mengatur lokasi mana saja yang dikategorikan sebagai KTR.

Dewan dan pemkot tarik ulur. Bahkan, pembahasan sejak tahun lalu molor hingga saat ini.
Pansus menyepakati isi pasal 3 sesuai dengan yang diusulkan oleh pemkot. Kesepakatan itu terjadi setelah pemkot menjabarkan delapan lokasi yang menjadi KTR.

Lima lokasi pertama dapat diterima dengan mudah oleh pansus. Namun, tiga lokasi lain di raperda tersebut harus dijelaskan secara terperinci oleh pemkot. (sal/c11/ayi/jpnn)


Sumber: jpnn.com

Berita Terkait



add images