iklan Brenton Harrison Tarrant, terorisi yang menembak umat muslim di Masjid Al Noor dan Linwood di Kota Christchurch, Selandia Baru. (ABCnews/Reuters/Mark Mitchell)
Brenton Harrison Tarrant, terorisi yang menembak umat muslim di Masjid Al Noor dan Linwood di Kota Christchurch, Selandia Baru. (ABCnews/Reuters/Mark Mitchell)

JAMBIUPDATE.CO, Teror penembakan di Masjid Al Noor dan Linwood di Kota Christchurch yang menewaskan 49 orang dan melukai 48 lainnya mengubah kebijakan Selandia Baru terkait kepemilikan senjata.

Akibat kebijakan yang longgar, selama ini pemerintah tidak punya data berapa senjata yang beredar di masyarakat. Undang-undang kepemilikan senjata kami akan berubah, tegas Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Jacinda Ardern dalam pidatonya kemarin (16/3).

Kebijakan kepemilikan senjata api di Selandia Baru memang lebih longgar daripada di negara-negara Barat lainnya.

Pemilik senjata api memang harus memiliki lisensi. Namun, mereka tak perlu mendaftarkan senjata apa saja yang dibeli dan dimiliki.

Syarat memiliki senjata api pun hanya berusia di atas 16 tahun dan lolos pemeriksaan latar belakang oleh pihak kepolisian.

Kepolisian Selandia baru memperkirakan jumlah senjata yang beredar mencapai 1,5 juta. Itu setara dengan 1 senjata per 3 penduduk. Jauh lebih tinggi daripada Australia yang rata-rata 1 senjata per 8 penduduk.

Saat teror Jumat lalu, pelaku penembakan, yakni Brenton Harrison Tarrant, membawa lima senjata api. Dua di antaranya senjata semiotomatis. Tarrant memiliki lisensi kepemilikan senjata api.

Andai saja polisi tidak bergerak cepat, korban jiwa mungkin bertambah banyak. Sebab, Tarrant berencana melanjutkan aksinya. Di mobil Tarrant polisi menemukan dua bom dan senjata api lainnya.

Ardern kemarin terbang mengunjungi keluarga korban di pusat pengungsi Canterbury. Dia datang dengan pengawalan ketat. Media bahkan tidak diberi tahu kapan dan lokasi yang akan didatangi.

Hal itu tidak biasa dilakukan para pemimpin Selandia Baru. Menggunakan baju serbahitam dan berkerudung, Ardern mencoba menenangkan orang-orang di lokasi dan berjanji memperbaiki sistem keamanan di negaranya.

Selandia Baru adalah tempat di mana kita menghargai inklusivitas dan keanekaragamannya, tutur Ardern.

Sementara itu, tidak ada penyesalan yang ditunjukkan Tarrant setelah melakukan aksi keji Jumat lalu. Saat diajukan ke Pengadilan Distrik Christchurch kemarin, dia masuk ke ruangan dengan tersenyum.

Dia dikawal ketat. Tangannya diborgol. Pria 28 tahun itu dijerat dakwaan pembunuhan.

Tarrant memang berdarah dingin. Bahkan, sebelum beraksi, dia mengucapkan kalimat, Lets get this party started (mari memulai pesta). Sidang selanjutnya dijadwalkan pada 5 April mendatang. Hingga kemarin, identitas tiga pelaku lainnya belum diungkap polisi.

Sementara itu, Senator Australia Fraser Anning menuai kecaman karena komentar rasisnya. Dia mengklaim bahwa imigran muslim menjadi penyebab pembantaian tersebut. Bukan kebijakan kepemilikan senjata api.

Penyebab utama pertumpahan darah di Selandia Baru adalah program imigrasi yang mengizinkan fanatik muslim bermigrasi ke Selandia Baru, ujarnya.

Gara-gara ucapannya tersebut, Anning mendapat kejutan dari seorang remaja belasan tahun. Remaja itu melemparkan telur ke kepala Anning.

Duta Besar Australia untuk Indonesia Gary Quinlan menyatakan, PM Australia Scott Morrison mengutuk serangan di Selandia Baru tersebut. Selandia Baru dan Australia memiliki kesamaan, yaitu rumah bagi semua agama, budaya, dan latar belakang. Tidak ada ruang untuk kebencian dan intoleransi yang menimbulkan kekerasan ekstremis itu.

Pernyataan Senator Frasser Anning yang menyalahkan serangan mematikan oleh teroris ekstremis sayap kanan di Selandia Baru kepada imigran adalah hal yang menjijikkan. Pandangan itu tak punya tempat di Australia apalagi di parlemen Australia. Demikian pernyataan Morrison kepada Quinlan. 

Editor : Ilham Safutra

Reporter : (sha/c9/c5/fal)

 


Sumber: JawaPos.com

Berita Terkait



add images