iklan Ilustrasi. Foto : JPNN
Ilustrasi. Foto : JPNN

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA - Endri Junaidi terkejut saat ditagih Rp 138 juta oleh Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE).

Padahal, dia selama ini tidak pernah merasa punya utang sebanyak itu. Menjadi nasabah bank tersebut juga tidak.

Belakangan dia mengetahui bahwa namanya dicatut mitra kerjanya, Lukito Saksono, untuk mengajukan kredit di bank itu.

"Tiba-tiba ada tagihan sebanyak itu. Ternyata, di aplikasi pengajuan kredit ada nama saya. Tapi, nama ibu kandung sampai tanggal lahir salah semua," ujarnya saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya.

Lukito merupakan mantan pegawai bagian HRD di PT So Good Food (SGF). Dia bersama terdakwa Kriyo Suryadi dan Juniati mengajukan kredit fiktif khusus karyawan di bank tersebut hingga Rp 2,4 miliar.

Modusnya, memanipulasi nama karyawan yang mengajukan kredit di bank. Nama orang lain yang bukan karyawan seolah-olah merupakan karyawan perusahaan tersebut sehingga bisa mengajukan kredit.

Endri salah satu korbannya. Namanya dicatut untuk mengajukan kredit sebagai karyawan perusahaan. Setelah cair, uangnya dipakai Lukito tanpa sepengetahuannya.

"Lukito itu mitra kerja saya untuk ngurusi sampah. Saya bukan karyawannya. Dia memang pernah pinjam KTP saya. Katanya buat pinjam saja. Ternyata, buat kredit. Salah semua data saya di aplikasi kredit karena dikarang sama dia," tuturnya.

Lukito mengakui, dirinya memang sengaja memalsukan identitas koleganya tersebut untuk mengajukan kredit di bank.

Menurut dia, semua identitas dalam aplikasi pengajuan kredit itu dipalsukan. "Endri itu mitra kerja saja. Memang benar saya pernah pinjam KTP-nya untuk pengajuan kredit," katanya.

Kredit karyawan itu diajukan Lukito pada Juni 2016. Pihak bank menyetujui karena karyawan sudah memiliki koperasi.

Lukito lalu dipercaya sebagai koordinator dalam pengajuan kredit tersebut. Sementara itu, Sutinah dan Kriyo dipercaya Lukito sebagai pengepul.

Mereka bertugas mengumpulkan uang karyawan yang akan membayar kredit.

Dalam sebulan, mereka bisa mengumpulkan Rp 80 juta dari para karyawan untuk dibayarkan ke bank pemberi kredit.

Saat itu, ada 123 nama karyawan yang mengajukan kredit di bank. Dari jumlah itu, bank mencairkan uang kredit sampai Rp 5 miliar khusus untuk karyawan SGF.

Namun, dari jumlah tersebut, ternyata ada 41 nama yang bukan karyawan SGF. Pembayaran kredit 41 nama itu akhirnya macet setelah setahun berjalan.

Bank Sejahtera lalu melaporkan kasus tersebut ke kepolisian karena merugi hingga Rp 2,4 miliar.

Pembayaran kredit itu awalnya berjalan lancar. Gaji karyawan yang mengambil kredit dipotong setiap bulan untuk melunasinya.

Namun, pembayaran macet setelah berjalan lebih dari satu tahun. Sebanyak 41 nama yang bukan karyawan SGF tidak lagi membayarnya. (gas/c6/eko/jpnn)

 


Sumber: www.jpnn.com

Berita Terkait



add images