iklan Kisah Pilu Janda Buta Tiga Anak Asal Kerinci, Tinggal Digubuk Tanpa Selimut dan Kasur.
Kisah Pilu Janda Buta Tiga Anak Asal Kerinci, Tinggal Digubuk Tanpa Selimut dan Kasur.

JAMBIUPDATE.CO, KERINCI - Pahitnya kehidupan, itulah yang dialami oleh Nurmilis (38) Tahun, warga Desa Pulau Pandan, Kecamatan Bukit Kerman, Kabupaten Kerinci. Yang tinggal di rumah gubuk beralas dan berdinding papan, bersama Tiga orang anaknya M Denis 13 Tahun, Bunga 12 Tahun dan M hakta yang masih berumur 4 tahun.

Pahitnya kehidupan itu, dialami Nurmilis semenjak suaminya yang merupakan tulang punggung perekonomian keluarga, berpulang kerohmatullah meninggalkan ia bersama Tiga anaknya yang masih kecil pada Tahun 2009 lalu, dengan keadaan tuna netra yakni buta.

Sungguh tidak dapat dibayangkan beban hidup yang berat yang dipikul Nurmilis, bagaimana ia dan 3 orang anaknya melalui hidupnya dari hari-kehari, bagaimana Ibu ini mencari nafkah dengan kondisi tidak melihat, bagaimana ibu ini mengurus anak-anaknya yang masih sangat bergantung dan membutuhkan kasih sayang orang tuanya seperti anak-anak seusia mereka, dan apa yang akan terjadi kedepannya jika terus berada dalam situasi seperti ini.

Kondisi ini diketahui, ketika wartawan Jambiupdate.co ikut peliputan safari ramadhan bersama Pemerintah Kabupaten Kerinci di Masjid Baitul Makmur Desa Pulau Pandan, yang tepat berada bersebelahan dengan rumah janda buta Tiga anak tersebut.

BACA JUGA : Bupati Kerinci Perintahkan Kades dan Camat Bedrum dan Obati Janda Buta Tiga Anak

Awal tiba di lokasi safari ramadhan sekira pukul 17.30 wib, rumah gubuk atau di Desa biasa disebut "pondok", yang sudah terlihat hampir roboh itu, terlihat biasa seperti tanpa penghuni.

Memang terlihat Dua orang anak yang masih kecil berbaju lusuh, duduk dan bermain diatas rumah tersebut, sambil menikmati sore menjelang menunggu berbuka puasa. Saya bersama dengan rombongan, langsung masuk dalam masjid, dan dilanjutkan berbuka puasa, memang pada waktu itu sudah masuk waktu berbuka dan dilanjutkan shalat Magrib berjamaah dan terakhir makan.

Menjelang menunggu waktu shalat Isya seusai makan, saya bersama rekan media keluar masjid untuk duduk istirahat. Namun hati terdetak, ketika melihat Dua orang anak tersebut masih duduk diatas rumah pondok, kali ini bersama orang tua, sambil melihat kearah beberapa warga yang masih makan saat berbuka di masjid.

Sehingga menimbulkan pertanyaan, akhirnya dengan berani menghampiri mereka sambil bertanya, "sudah berbuka buk?" Mereka menjawab "belum". Seakan tak percaya, sayapun bertanya kembali, "kenapa belum makan, waktu berbuka sudah masuk", merekapun mengatakan karna tidak ada lauk pauk untuk makan, hanya ada nasi dirumah.

Mendengar pernyataan dari janda buta Tiga anak itu, rasa sedih, iba, dan rasa bersalah mulai timbul. Ketika pada saat berbuka, kita menikmati lauk pauk yang dihidangkan serba cukup dan berlebih, malah terlihat ada banyak yang menyisakan makanan. Suatu sisi, mereka belum makan untuk berbuka dikarenakan tidak ada makanan untuk dimakan, dan hanya bisa melihat dari jauh, dan tidak berani untuk bergabung makan.

Akhirnya, kamipun memutuskan menceritakan kejadian tersebut kepada Kabag Kesra Setda Kerinci, Marius Latif, dan langsung meminta izin untuk mengambil nasi dan lauk pauk yang masih tersedia dihidangan untuk diberikan kepada mereka.

Kami bersama Kabag Kesra pun langsung mengantar makanan dan masuk kedalam rumah janda buta Tiga anak itu, sambil melihat kondisi dalam rumah. Pantauan didalam rumah, walaupun listrik sudah ada dengan menumpang dari tetangga, namun rumah itu sudah terasa tidak layak huni. Pasalnya ,ketika Lima orang Dewasa berada diatas, rumah panggung itu terasa begoyang. Ditambah dengan lantai papan, yang sudah mulai melembut karena termakan usia.

Hati ini semakin rasa iba, ketika melihat rumah yang berukuran kecil itu tanpa aliran air PDAM, dengan ruang bermain anak-anak 2x3 dan kamar kecil dengan ukuran 2x1 tanpa kasur dan selimut. Tak dapat dibayangkan, setiap malamnya mereka melewati tidur dengan kondisi yang sempit dan rasa dingin yang menusuk kedalam tulang mereka.

Nurmilis, ketika dikonfirmasi mengatakan bahwa selama ini, ia hanya menunggu belas kasihan warga Desa Pulau Pandan untuk bertahan hidup memperoleh makanan sehari-hari, dan jajan ke Tiga anaknya yang masih kecil. "Sayo dak biso kerjo karno dak ado melihat, jadi untuk makan menunggu warga ngantar," ujarnya.

Itupun katanya, tidak setiap hari warga mengantarkan makanan untuk mereka. Sehingga, makan tanpa lauk pauk, bagi mereka sudah terbilang biasa. "Kadang dak ado orang ngantar, kami cuman makan nasi bae," ucap Nurmilis, dengan nada sedih, terlihat sambil meneteskan air mata.

Diakuinya bahwa, meskipun ia selalu mendapatkan bantuan PKH, Raskin, namun itu tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, mengingat Kedua orang anaknya M Denis dan Bunga saat ini duduk dibangku Sekolah Dasar kelas 5.

Pada waktu itu juga, Kabag Kesra pun langsung mendata dan memasukan mereka pada program penerima zakat. Bahkan, para rombongan safari ramadhan, polisi, dan rekan media, secara suka rela memberikan infak berupa uang kepada ibu Tiga anak tersebut.

Kepala Desa Pulau Pandan, Samsul, dikonfirmasi membenarkan kondisi tersebut. Itu kata Kades, dialami oleh mereka semenjak ayahnya meninggal. Nurmilis sempat menikah lagi, namun suaminya melerikan diri pergi entah kemana.

Dikatakan Kades bahwa, mereka selalu memberikan bantuan dalam bentuk apapun yang datang untuk Desa, dan diserahkan terhadap Nurmilis. "Segala bentuk bantuan mulai dari PKH, Raskin dan lainnya, ia selalu paling utama kita berikan," katanya.

"Bahkan bedah rumah sudah kita berikan, dulu rumahnya dari pelupuh (bambu)," tambah Kades.(adi)


Berita Terkait



add images