iklan PERJUANGKAN NASIB: Rombongan pengungsi menyeberangi Sungai Suchiate dari El Carmen, Guatemala, menuju Chiapas State, Meksiko, Jumat (7/6). (Pedro Pardo/AFP)
PERJUANGKAN NASIB: Rombongan pengungsi menyeberangi Sungai Suchiate dari El Carmen, Guatemala, menuju Chiapas State, Meksiko, Jumat (7/6). (Pedro Pardo/AFP)

Donald Trump mengumumkan rencana perang dagang baru dengan Meksiko pekan ini. Senjatanya sama, tarif impor dari barang-barang negara tujuan. Kali ini senjatanya terbukti ampuh. Meksiko berubah sikap.

JAMBIUPDATE.CO, MEKSIKO - Seharusnya jadi negara saudara bagi para warga Amerika Tengah lainnya. Terutama para imigran yang ingin mencari suaka ke Amerika Serikat. Sebuah mural di pinggiran Sungai Suchiate, pembatas antara Meksiko dan Guatemala, jadi buktinya.

Menurut laporan Agence France-Presse, sebuah gambar jaguar yang mengaum untuk melindungi kelompok imigran terpampang jelas di sisi Meksiko. Di bawah gambar itu, pesan tegas tertulis. Semoga tak ada yang bisa menghentikan kita.

Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador memberikan pesan serupa. Saat disumpah Desember tahun lalu, dia memastikan bahwa pencari suaka dari Segi Tiga Utara, Guatemala, Honduras, dan El Salvador, bakal dijamin keamanannya.

Namun, belum juga setengah tahun, sikap Meksiko berganti. Mereka takut dengan ancaman Presiden AS Donald Trump. Kekecewaan imigran dari Amerika Tengah pun memuncak saat Meksiko menyerah terhadap tuntutan Trump pekan ini.

AS sudah mencapai kesepakatan dengan Meksiko. Dengan demikian, rencana kenaikan tarif impor bakal ditangguhkan tanpa batas waktu, ujar ayah Ivanka Trump itu sebagaimana diberitakan Washington Post.

Ya, Meksiko setuju untuk memperketat penjagaan perbatasan mereka dengan Guatemala. Mereka sudah mengerahkan 6 ribu personel tambahan. Padahal, otoritas Meksiko sudah menahan 51 ribu di antara total 300 ribu imigran yang datang ke negara Sombrero itu. Naik 17 persen dari periode yang sama tahun lalu.

Mereka juga setuju untuk mengintensifkan program Migrant Protection Protocols (MPP). Program itu mengizinkan AS untuk mengembalikan kaum migran ke Meksiko sembari menunggu konfirmasi suaka mereka.

Ini adalah titik tengah yang bisa kami capai. Sebab, permintaan mereka sebenarnya jauh lebih ekstrem, ujar Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard, kepala delegasi selama dua hari negosiasi.

Di perbatasan selatan Meksiko, Jose Mario sudah mendengar kabar tersebut. Warga Honduras itu hanya pasrah saat melihat barisan tentara perbatasan yang makin ketat. Lebih baik melalui jalur legal saja. Beberapa imigran yang mencoba lewat sungai langsung ditangkap, ungkapnya.

Kabar Meksiko yang mengalah terhadap Trump membuat kubu Republik girang. Selama ini banyak yang mengkritik kebijakan ekonomi Trump yang terlalu agresif. Saat dia mengumumkan perang dagang dengan Tiongkok, pertikaian berlarut-larut. Beberapa sektor merugi karena hal tersebut. Paling utama adalah eksporter agrikultur.

Masalah dengan Tiongkok belum selesai, Trump malah memulai perang baru. Dia mengancam bakal menaikkan tarif impor komoditas dari Meksiko sebanyak 5 persen pekan depan. Tarif bakal naik setiap bulan sampai 25 persen pada Oktober. Jumat lalu (7/6) Kamar Dagang AS mengirim petisi dari 140 korporasi terkait potensi kerugian dari tindakan itu.

Langkah tersebut bakal merugikan konsumen, pekerja, petani, dan bisnis lintas sektor. Begitu pernyataan dari Kamar Dagang AS.

Untung, reaksi Meksiko tak sekeras Tiongkok. Mungkin, Obrador tak punya sumber daya sekuat pemerintahan Xi Jinping. Mereka takut devisa terbesar mereka bakal tersendat. Presiden telah membuktikan bahwa kami bisa meningkatkan keamanan negara dengan instrumen yang dimiliki, ujar senator Republik Marco Rubio.

Demokrat pun hanya bisa nyinyir. Mereka tak bisa menyangkal bahwa strategi ancaman Trump kali ini berhasil. Sekarang masalahnya sudah selesai. Saya harap tak ada lagi omongan (soal tarif terhadap Meksiko, Red) di masa depan, ungkapnya.

Awas Senjata Makan Tuan

TERKADANG kebijakan tegas dan sedikit kejam memang diperlukan. Terutama dalam kasus-kasus ekstrem. Namun, kebijakan ekonomi Trump yang agresif bisa dibilang sedikit ngawur. Bisa-bisa kaki AS sendiri yang pincang karena peluru nyasar. Senjata makan tuan.

Tanda-tanda itu sudah muncul bulan lalu. Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan bahwa lowongan baru yang muncul pada Mei 2018 hanya 75 ribu pekerjaan. Jauh dari angka capaian April yang mencapai 224 ribu pekerjaan.

Perlambatan ekonomi akibat perang dagang sudah terlihat di industri padat karya seperti manufaktur, konstruksi, tambang, atau kehutanan, ujar Martha Gimbel, direktur penelitian Hiring Lab dari Indeed.com, kepada Washington Post.

Para pebisnis memang suka dengan kesempatan. Namun, mereka juga menganggap penting aspek kestabilan. Karena itu, Trump bukan kepala negara favorit mereka. Aksi Trump sering kali tidak terduga. Mereka pun tidak bisa merencanakan usaha jangka panjang.

Bagaimana bisa Anda mengumumkan perang dagang dengan salah satu rekan ekonomi terbesar. Padahal, Anda sedang berperang dengan rekan besar lainnya, ujar Direktur MacKay Shields Michael DePalma.

Namun, kubu Trump terus menyangkal risiko-risiko yang dipaparkan pengamat. Soal melambatnya kinerja industri, Penasihat Ekonomi Gedung Putih AS Kevin Hassett mengatakan bahwa faktor cuaca buruk penyebabnya.

Banyak yang bilang perang dagang ini punya dampak buruk. Seharusnya mereka fokus pada kesepakatan dagang yang akan diciptakan, ujar Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.

Editor : Dhimas Ginanjar

Reporter : M. Salsabyl Ad n/c10/c15/dos


Sumber: JawaPos.com

Berita Terkait



add images