iklan

JAMBIUPDATE.CO, IRAN - Ada pemain baru dalam perseteruan di perairan Timur Tengah. Inggris. Negara Kerajaan Britania Raya itu akhirnya turun tangan setelah menuding Iran menyerang kapal tanker mereka.

Inggris seharusnya takut bahwa kami akan membalas tindakan ilegal ini, ujar Mohammad Ali Mousavi Jazayeri menurut Daily Telegraph.

Ucapan dari petinggi Assembly of Experts Iran tersebut muncul sepekan lalu. Saat itu otoritas Inggris baru saja menghadang kapal tanker Grace 1 di perairan Gibraltar. Kalimat itu terbukti beberapa hari kemudian.

Pada 11 Juli kapal perang Inggris HMS Montrose mencegat tiga kapal yang berusaha menghalangi kapal tanker milik perusahaan migas British Petroleum di Selat Hormuz. Menurut pemerintah Inggris, tiga kapal tersebut milik pemerintah Iran. Menurut Iran, tudingan Inggris tidak beralasan.

Situasi saat ini sangat mengkhawatirkan. Kami terus mengawasi perkembangannya, ujar Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt kepada The Guardian.

Tak lama setelah pernyataan Hunt, kapal perang kedua, HMS Duncan, bertolak ke Timur Tengah. Militer Inggris beralasan, pemberangkatan HMS Duncan hanyalah rotasi alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang normal. Namun, sumber internal mengatakan bahwa dua kapal andalan kerajaan itu bakal berada di sekitar Selat Hormuz beberapa minggu ke depan.

Inggris tak perlu memberikan pernyataan resmi. Hampir semua pengamat sudah menyimpulkan bahwa London akhirnya turun menjadi salah satu pemain di perseteruan teluk. Mereka ikut sekutunya, Amerika Serikat (AS), yang lebih dulu mengerahkan kekuatan militer sejak Mei.

Anda (Inggris) sedang bermain permainan berbahaya. Jangan ikuti jejak Amerika, ujar Jubir Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi.

Sementara ini, banyak negara yang masih diam kala melihat cekcok Iran versus AS. Mereka tak bisa menyalahkan Iran karena Presiden AS Donald Trump-lah yang pertama ingkar janji. Mei tahun lalu Trump mengumumkan bahwa AS mengundurkan diri dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Trump menilai isi kesepakatan di rezim Barack Obama sangat buruk. Kubu lainnya, termasuk Inggris, tak setuju dengan menolak anggapan itu. Mereka berusaha untuk membujuk AS kembali memenuhi perjanjian.

Namun, semua itu berubah saat Iran mulai bersikap agresif. Sejak Mei, beberapa serangan yang terjadi di Timur Tengah dikaitkan dengan pemerintahan Hassan Rouhani. Yang jadi korban adalah sekutu AS di wilayah sekitar Iran.

Kami ingin menunjukkan aksi tak terpuji Iran. Di sisi lain, kami tidak ingin terpancing dan menciptakan krisis, ujar Menlu UAE Anwar Gargash kepada Bloomberg.

Baru bulan ini Inggris akhirnya ikut memperkuat pertahanan di perairan teluk setelah kapal tanker mereka diserang. Iran menuduh itu hanya alasan agar sekutunya punya dalih untuk keluar dari JCPOA. Hassan Hanizadeh, analis politik dari Iran, menilai Inggris sengaja memancing Iran dengan menahan kapal tanker milik mereka.

Toh mereka akan keluar Uni Eropa sebentar lagi. Pasti mereka akan mengintensifkan kerja sama militer dengan AS, ungkap dia kepada Sputnik.

Peringatan untuk Inggris juga datang dari mantan petinggi International Atomic Energy Agency Mohammed El Baradei. Meski tak membenarkan sikap Iran, dia meminta Inggris tak ikut-ikut melakukan operasi militer di perairan Timur Tengah.

AS sedang mencekik Iran sambil berucap, Ayo, kita berunding tanpa syarat apa pun. Jelas saja Iran memberontak, ungkap akademisi asal Mesir itu.

Sementara itu, pakar Timur Tengah Simon Mabon memperingatkan bahwa Iran bisa saja bertindak lebih gila. Jika merasa tersudut, mereka bakal menutup Selat Hormuz. Selat tersebut merupakan tempat lewat seperlima pasokan migas dunia.

Mereka bisa saja memasang ranjau air atau menyerang kapal tanker dengan serangan gerilya, ungkapnya. (jpnn)


Sumber: Fajar.co.id

Berita Terkait



add images