iklan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan. (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Presiden Joko Widodo mempertimbangkan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait UU KPK yang sudah disahkan beberapa waktu lalu. DPR selalu inisiator UU tersebut mengaku tidak masalah. Perppu merupakan hak presiden. Diterbitkan atau tidak Perppu tersebut, sama-sama memiliki risiko kepada presiden.

Anggota Komisi II DPR RI dari fraksi Partai Amanat Nasional Yandri Susanto mempersilakan jika Jokowi ingin mengeluarkan Perppu. “Saya kira tidak ada masalah itu kan hak penuh presiden. Tetapi dalam hukum perundang-undangan, Perppu akan diuji atau akan dinilai oleh DPR secara keseluruhan. Apakah bisa diterima atau tidak,” kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9).

Dia menyebut DPR memiliki hak menerima atau menolak Perppu UU KPK. Jika diterima, dia mengatakan DPR akan membahas lebih lanjut isi Perppu tersebut. “Artinya, bisa ditolak bisa diterima. Kalau ditolak, artinya UU yang Presiden Perppu-kan hidup kembali. Tetapi kalau diterima, Perppu itu akan dibahas lebih lanjut,” jelasnya.

Hal senada diucapkan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan. Menurutnya, Perppu merupakan hak presiden. Dia meminta semua pihak menghormatinya. Pembentukan Perppu merupakan salah satu tuntutan mahasiswa yang berdemonstrasi. Dia menyebut, berbagai tuntutan mahasiswa yang berdemonstrasi di sejumlah daerah akan direspons pemerintah dan DPR. “Sekali lagi saya mengatakan, pastilah adik-adik mahasiswa, pelajar yang menyampaikan aspirasinya pasti akan direspons dari DPR dan pemerintah,” jelas Zulkifli.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani, mengaku tak masalah jika Presiden menerbitkan Perppu. Secara konstitusi, presiden memang memiliki kewenangan mengeluarkan Perppu. Hal itu diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang 1945. Namun, menurut Arsul, Perppu tidak serta-merta membatalkan semua pasal dalam undang-undang hasil revisi. “Bisa saja dalam Perppu hanya merevisi pasal-pasal yang dinilai melemahkan KPK. Boleh Perppu itu dikeluarkan, tapi hanya merevisi hal-hal yang dipersoalkan,” papar Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9).

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu meyakini Jokowi akan melibatkan banyak pihak dan ahli sebelum untuk mempertimbangkan Perppu. Dalam undang-undang hasil revisi, penyadapan harus mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas KPK. Jika benar Jokowi menerbitkan Perppu, bukan tidak mungkin aturan itu diubah. “Izin dewan pengawas itu misalnya diganti pemberitahuan. Tetapi begitu selesai harus dipertanggungjawabkan penyadapan itu ke Dewan Pengawas,” jelasnya.

Terpisah, Ketua Hukum dan Ham Pimpinan Muhammadiyah Pusat, Razikin mengatakan secara konstitusional, menyebutkan dalam ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menerbitkan Perppu. “Namun yang menjadi persoalan selanjutnya adalah mengenai ukuran kegentingan yang memaksa itu belum jelas takarannya. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maupun Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 juga tidak memuat batasan definisi yang jelas tentang kegentingan yang memaksa,” kata Razikin kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Jumat (27/9).

Jika nanti Presiden menerbitkan Perppu, tentu karena adanya situasi tersebut. “Saya yakin situasi Kegentingan yang Memaksa dimaksud adalah gelombang aksi protes yang dilakukan oleh mahasiswa. Hanya itu satu-satunya yang menggambarkan sedang terjadi Kegentingan yang Memaksa,” jelasnya.

Selain itu, kata Razikin, saat ini hanya tersedia dua pilihan bagi Presiden. Pertama, mengkonsolidasikan seluruh kekutan politik, kemudian tetap bertahan untuk tidak menerbitkan Perppu. Cara ini memiliki risiko politik dan hukum bagi Presiden. Artinya Presiden akan terus berhadap-hadapan dengan rakyat. “Kedua, Presiden menerbitkan Perppu. Ini juga punya risiko tersendiri. Jika Presiden memilih menerbitkan Perppu, ke depan dikhawatirkan terjadi kekacuan hukum,” paparnya.

(yah/fin/rh)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait