iklan Laode M Syarif (Komisioner KPK).
Laode M Syarif (Komisioner KPK). (Faisal R Syam)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan tidak akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang membatalkan Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alhasil, hal ini menuai kritik.

Meski demikian, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif tetap berharap kepada Presiden Jokowi dan jajaran Komisi III DPR untuk mengkaji ulang isi dari UU KPK yang baru.

“Saya berharap UU Nomor 19 Tahun 2019 apakah itu mungkin tidak direvisi. Tolong dipikirkan lagi,” ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

Ia berpendapat, isi dari revisi tersebut masih jauh dari kata sempurna meski telah resmi berlaku sejak 17 Oktober 2019 lalu. Menurut dia, masih banyak kekurangan dalam poin-poin yang direvisi.

Maka dari itu, Laode kembali meminta kepada pemerintah dan DPR untuk segera membenahi kembali revisi UU KPK. “Tolong dipikirkan lagi supaya kemudian menemukan jalan keluar bagaimana membawa perjuangan untuk hilangkan korupsi di negara kita,” ucapnya.

Sedangkan penyidik senior KPK Novel Baswedan menilai, pihak-pihak yang menyebut revisi UU KPK sebagai upaya memperkuat lembaga antirasuah sebagai pembohongan publik serta bentuk narasi ketidakpahaman.

Ia mengatakan, revisi tersebut justru melemahkan KPK ketimbang memperkuat. Apalagi, KPK sendiri kata dia telah merilis sedikitnya 26 poin yang berpotensi melemahkan lembaga antirasuah dalam UU baru tersebut.

“Kalau ada siapapun yang katakan bahwa UU Nomor 19 Tahun 2019 untuk memperkuat KPK itu ada dua. Dia sedang bohong, atau dia enggak paham dengan UU itu,” ujar Novel di Jakarta, Jumat (1/11).

Novel menjabatkan, pelemahan tersebut antara lain terkait proses penanganan perkara yang mesti seizin dewan pengawas. Ia melanjutkan, ketika petugas KPK ingin menyita barang bukti, terlebih dahulu harus mengantongi persetujuan dewan pengawas.

Novel menilai, rantai birokrasi ini dapat berpotensi memperlama proses penanganan perkara. Yang lebih ditakutkan, barang bukti yang akan disita hilang. “Belum lagi terkait penyadapan, penggeledahan juga sama,” tuturnya.

Selain itu, kode etik dewan pengawas tak diatur dalam revisi UU KPK. Hal ini menurutnya sangat bertolak belakang dengan aturan yang dikenakan pada pegawai KPK.

Misalnya, kata dia, pegawai dilarang berhubungan dengan pihak yang berperkara di KPK. Namun, aturan ini tidak berlaku bagi dewan pengawas.

“Nah dewas (dewan pengawas) ini tidak diatur sama sekali artinya dewas kalau ketemu pelaku boleh enggak? yang jelas tidak dilarang,” katanya.

(riz/gw/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images