iklan Masa Honorer K2 menggelar aksi damai didepan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (30/10). Mereka menuntut agar diangkat menjadi PNS.
Masa Honorer K2 menggelar aksi damai didepan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (30/10). Mereka menuntut agar diangkat menjadi PNS. (Ricardo)

Emrus pun mempertanyakan kalau pemerintah beralasan tak punya anggaran untuk menyelesaikan persoalan honorer menjadi CPNS, kenapa bisa mengangkat banyak wakil menteri, staf khusus presiden, maupun direktur jenderal yang merangkap jabatan menjadi komisaris BUMN.

Selain itu, kata dia, masalah rasuah juga masih terjadi di negeri ini sehingga anggaran yang seharusnya digunakan dengan baik malah dikorupsi oknum-oknum.

“Pertama, kenapa ada anggaran untuk wakil menteri? Kedua, kenapa ada anggaran pejabat negara rangkap dua jabatan, misal di dirjen sekaligus komisaris BUMN? Ketiga, bukankah masih terjadi korupsi di negeri ini?” ungkap Emrus.

Ia mengatakan kalau persoalan ini bisa dikelola dengan baik, serta melakukan pencegahan dan memberantas korupsi di instansi pemerintah maupun di semua sektor, tak ada rangkap jabatan pejabat, dan lainnya, maka hampir dipastikan tidak akan ada kendala anggaran untuk menyelesaikan persoalan honorer.

Emrus mengingatkan negara harus berpedoman pada Sila Kelima Pancasila “Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” dalam menjalankan kebijakan, termasuk di dalamnya menuntaskan masalah honorer dengan berkeadilan.

"Masa untuk mengangkat honorer tidak ada duit, tetapi untuk jabatan wakil menteri yang jumlahnya banyak, sorry to say juga ada pula pengangkatan staf khusus presiden yang gajinya Rp 51 juta, belum lagi fasilitasnya, bisa,” ujar Emrus.

Pengamat dari Universitas Pelita Harapan, itu lantas mempertanyakan bagaimana sebenarnya keberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil. Sebab, kata dia, bukankah honorer ini termasuk katagori kelompok masyarakat kecil.

“Jadi, keberpihakan kepada masyarakat kecil ini harus ditunjukkan dalam semua perilaku pemerintah. Oleh karena itu, saya kalau alasannya tidak ada anggaran, tidak dapat diterima akal sehat,” kata Emrus.


Berita Terkait



add images