Nadiem menuturkan, keputusan tersebut bukan tanpa dasar. Melainkan berdasarkan fakta di lapangan. Seorang pengacara, misalnya. Selain hukum, juga harus memahami literasi keuangan umum, keuangan korporat, dan akuntansi. Begitu pula seorang produser. Tidak hanya jago membuat film, tapi juga harus memahami keuangan dan pemasaran.
”Kenyataannya sekarang, mayoritas lulusan S1 berkarir di tempat yang tidak sesuai keilmuannya,” ungkap menteri termuda kabinet Indonesia Maju tersebut.
Nadiem juga mengubah pengertian SKS. Setiap SKS bukan lagi diartikan sebagai jam belajar. Tapi, jam kegiatan. Jam kegiatan meliputi belajar di kelas, magang, pertukaran mahasiswa, proyek di desa, wirausaha, riset studi independen, bahkan mengajar di daerah terpencil.
Lamanya bisa satu semester. Setiap kegiatan harus dibimbing seorang dosen yang ditentukan kampus. Kegiatan bisa dari program pemerintah maupun program yang disetujui rektor.
Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam menuturkan, dengan kebijakan kampus merdeka mahasiswa diharapkan mendapatkan pengalaman bekerja yang lebih matang. Tidak hanya 1,5 sampai 3 bulan saja. ”Pada masa itu mahasiswa pasti masih adaptasi dan pengenalan,” ucapnya.
Mengenai jaminan asuransi dan keselamatan kerja, kata Nizam, diatur atas kesepakatan kampus dan perusahaan mitra. ”Asuransi, perlindungan kesehatan itu bisa dimasukkan dalam perjanjian antara rektor dengan pekerjaan. Pasti harus dilindungi,” bebernya.
Sumber: www.jawapos.com