iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyiapkan insentif bagi dosen yang ingin mempublikasikan artikel ilmiahnya di jurnal internasional mulai dari Rp15 juta hingga Rp25 juta.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Plt Dirjen Dikti) Kemendikbud mengatakan, bahwa diberikannya insentif tersebut sekaligus menepis anggapan jika publikasi di jurnal internasional bakal membebani dosen.

“Ada insentif dari kementerian dan selalu kita tekankan itu pada rekan-rekan di Perguruan Tinggi,” kata Nizam, Senin (3/2).

Untuk itu Nizam meminta, ketika akan menulis jurnal internasional para dosen jangan hanya sekadar terfokus pada publikasi, namun juga mempertimbangkan kemanfaatannya bagi kepentingan internasional.

“Seperti halnya penelitian di bidang keanekaragaman hayati yang telah menjadi keunggulan Indonesia dibanding negara lain. Di antaranya pengelolaan minyak sawit, biodiesel, hingga masalah pangan,” terangnya.

Nizam berharap, Indonesia jangan hanya sebagai konsumen penelitian saja. Namun, para dosen dituntut untuk terus mengembangkan penelitian.

“Penelitian kita yang diakui secara internasional sedikit. Padahal ini sangat penting untuk membangun standing kita di Internasional,” tuturnya.

Anggota Komisi X DPR dari fraksi Partai Gerindra, Djohar Arifin Husin mengusulkan kepada Mendikbud, Nadiem Makarim agar kewajiban dosen menerbitkan artikel ilmiah di jurnal internasional sebagai syarat kenaikan dan mempertahankan jabatan fungsional dihapuskan.

“Ini hendaknya dihapuslah. Karena saya menilai, kewajiban itu minim manfaat bahkan dalam praktiknya hanya menyulitkan dosen,” kata Djohar

Terlebih lagi Djohar melihat, kewajiban publikasi karya ilmiah di jurnal internasional untuk kenaikan jabatan fungsional terasa mengada-ada. Sebab, kebijakan tersebut justru lebih banyak merugikan.

Djohar juga meminta, Nadiem menyerahkan wewenang pengangkatan guru besar kepada pihak kampus bukan Kemendikbud seperti yang selama ini terjadi.

“Kementerian tidak kenal sama mereka, di kampusnya lah yang paling tahu,” ujarnya.

Mengggapi itu, Nizam mengatakan bahwa tugas utama perguruan tinggi adalah menciptakan ilmu pengetahuan. Sementara untuk mengkonfirmasi suatu temuan dianggap baru atau tidak, harus dipublikasikan.

“Bagaimana ilmu pengetahuan bisa divalidasi, bisa diverifikasi kebenarannya secara universal, itu tidak ada cara lain dengan mempublikasikan karya tersebut,” katanya.

Menurut Nizam, tidak ada alternatif lain untuk memperkenalkan temuan ilmuwan akan sesuatu ilmu ke ranah global kalau bukan dengan cara publikasi ke jurnal internasional.

“Selain dapat peer review dari mitra perguruan tinggi di seluruh dunia, kalau kita hanya mengisolasi diri. Kita tulis sendiri, kita baca sendiri,” terangnya.

Lebih jauh Nizam menjelaskan, bawha pihaknya mewajibkan publikasi ilmiah internasional bukan hanya demi peringkat perguruan tinggi di kancah global.

“Lebih dari itu fungsi utama perguruan tinggi adalah memfabrikasi ilmu pengetahuan. Bukan hanya sekedar untuk mengikuti tren-tren world class university, bukan,” pungkasnya. (der/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait