iklan Kasus Dua Penari Telanjang di Lombok.
Kasus Dua Penari Telanjang di Lombok. (Net)

Di sana, pengunjung tersebut akan ditemani NT dan KR yang berperan sebagai pemandu lagu (PS). “Dua partner song (PS) ini harus melayani dalam paket 3 jam. Paket 3 jam itu nilainya Rp 2,5 juta per jamnya. Sedangkan untuk paket plus ataupun jasa tambahan (tarian bugil) yang ditawarkan itu berbeda biayanya yaitu Rp 3 juta per partner song,” jelasnya.

Terkait berapa lama kegiatan semacam ini dilakukan di sana dan siapa saja yang biasa memesan layanan khusus tersebut, Pujawati belum bisa mengungkapkannya karena masih dilakukan pendalaman.

Para pelaku terancam dijerat pasal 33 joncto pasal 7 dan 4 dan pasal 34 juncto pasal 8 atau pasal 36 juncto pasal 10 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008. Mereka diancam pidana paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 7,5 miliar dan atau pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.

Sementara pelaku DA yang berperan sebagai mucikari membantah dirinya mengetahui praktik penari bugil di kafe tersebut. Dia juga mengaku tidak mendapatkan upah dari praktik pornografi tersebut. “Saya tidak mengetahuinya, karena saya cuma mengikuti peraturan dari perusahaan itu karena dilarang ada pornografi dan tindak asusila dan saya tidak mengetahuinya ada rencana itu. Saya tidak dapat (upah),” katanya.

Selanjutnya atas kejadian ini, dari pantauan Radar Lombok aktivitas di Café Metzo tetap berjalan seperti biasanya. Hanya room yang dijadikan tempat pengunjung menikmati layanan khusus di kafe tersebut yang ditutup dan diberikan garis polisi.

Bupati Lombok Barat, H Fauzan Khalid yang dikonfirmasi atas kejadian ini mengaku geram wilayahnya di nodai aksi pornografi. Dia menegaskan, Pemkab Lobar akan memberikan sanksi tegas kepada pemilik tempat hiburan. Sanksi bisa pencabutan izin tempat hiburan atas adanya aktivitas penari telanjang ini.

Namun sebelum memberikan sanksi, terlebih dahulu Pemkab Lobar menunggu hasil pemeriksaan kepolisian.”Sanksinya bisa kita cabut izinnya,” tegas Fauzan.

Dalam kasus ini, pihaknya sudah meminta kepada pihak berwenang di Pemkab Lobar, untuk mengecek apakah tari telanjang disediakan di setiap kamar atau hanya permintaan sejumlah oknum atau tamu khusus. Kalau misalnya hal ini adalah resmi disediakan oleh pengelola tempat hiburan, Pemkab Lobar akan melakukan penyelidikan dan tidak menutup kemungkinan izinnya dicabut. “Tapi kalau hal ini ulah oknum, tentu harus dilakukan pengecekan lagi,” tegasnya.

Kalau ini disediakan oleh tempat hiburan memang bisa dilakukan pengawasan, tetapi jika ini dilakukan oleh oknum, agak sulit untuk melakukan pengawasan. Dalam waktu dekat akan segera dilakukan penyelidikan oleh pihak Pol PP dan dinas perizinan. Karena bisa jadi ini adalah ulah dari staf personel. ‘’Sebaliknya kalau owner-nya tahu dan atau membiarkan, pemkab tidak segan untuk bekukan izinnya,’’ tegas Fauzan

(dhe/pojoksatu/jpr)


Sumber: www.pojoksatu.id

Berita Terkait