Oleh : Dahlan Iskan
Kalau benar, ini sangat mencoreng ilmuwan kita. Bahkan negara kita.
Bagaimana bisa –seperti diumumkan lembaga pengawas nuklir Indonesia kemarin –ditemukan sumber radiasi nuklir di perumahan di Serpong, dekat Jakarta.
Tepatnya di sebuah tanah kosong di komplek perumahan Batan Indah.
Itulah perumahan yang dibangun untuk dibeli karyawan yang terkait dengan Pusat Penelitian Teknologi (Puspitek) Serpong.
Di kawasan lebih 200 hektar itu ada Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), ada reaktor nuklir skala kecil, ada Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), ada BUMN Industri Nuklir Indonesia (PT Inuki), dan ada Institut Teknologi Indonesia (ITI).
Tanggal 30 dan 31 Januari lalu Bapeten mencoba alat yang baru dibeli. Yakni alat pendeteksi radiasi.
Sudah menjadi kewajiban Bapeten untuk memonitor bocor tidaknya reaktor nuklir milik Batan di situ.
Umur reaktor itu sudah 40 tahun. Tapi belum bisa dikatakan tua untuk usia sebuah reaktor. Hanya teknologinya yang sudah agak ketinggalan.
Daerah yang diperiksa alat itu meliputi sekitar stasiun kereta api Serpong, ITI, Puspitek, dan sekitarnya.
Semuanya aman. Tidak terdeteksi adanya radiasi.
Tapi ketika membawa alat itu ke komplek perumahan Batan Indah muncullah tanda: ada radiasi di situ.
Ini sebuah keanehan yang menggelikan.
Di sekitar reaktor sendiri tidak ditemukan adanya radiasi. Justru di perumahan yang jauh terdeteksi radiasi. Jarak Batan Indah dengan reaktor itu sekitar 3 kilometer.
Ini sungguh lelucon yang menjengkelkan. Terutama bagi kita yang concern bahwa nuklir adalah masa depan kita.
Ambyar!
Ketika alat pendeteksi itu dibawa keliling di Batan Indah ditemukanlah titik pusat radiasi. Di situlah sumber radiasi itu: di sebuah tanah kosong di sela-sela rumah.
Di situlah sinyal terkuat radiasi muncul: di dalam tanah di situ.
Bapeten pun melakukan penggalian. Di situlah terkubur benda-benda yang pernah berhubungan dengan produk nuklir.
Kelihatannya itu bukan kuburan baru. Tapi tidak diketahui sudah berapa lama terkubur di situ.
Kalau pun ada orang yang sudah terkena radiasi juga belum diketahui sudah berapa lama terkenanya.
Demikian juga pohon-pohon di sekitarnya. Terutama pohon buah: sudah berapa tahun mengisap radiasi dari dalam tanah itu.
Bapeten sudah benar: prioritasnya adalah mengatasi persoalan dulu. Bapeten segera memasang pita kuning di sekeliling lokasi itu. Agar tidak ada orang yang memasuki tanah kosong tersebut.
Langkah berikutnya: mengambil tanah yang sudah terpapar radiasi. Tanah itu dimasukkan drum berpenutup rapat.
Sampai kemarin sudah terkumpul 52 drum tanah yang bisa diamankan. Yakni drum berukuran 100 liter.
Hasil deteksi terakhir Sabtu kemarin menyebutkan radiasi di situ sudah berkurang 30 persen. Masih diperlukan 20 hari lagi untuk menghilangkan semua itu.
Setelah ini barulah dicari jawaban atas banyak pertanyaan berikut ini:
1. Bagaimana ceritanya sumber radiasi itu bisa sampai di situ.
2. Sudah berapa lama di situ.
3. Berapa orang dan berapa pohon yang sudah terpapar di luar batas yang diperbolehkan.
Dugaan saya: ada orang yang mencuri produk nuklir.
Kalau yang dicuri itu senjata nuklir tentu sudah seperti di film Hollywood. Tapi, di Serpong, kan tidak pernah dibuat senjata nuklir.
Yang pernah dibuat di Serpong adalah radio isotop. Yakni nuklir untuk kedokteran. Yang bisa dipakai untuk mendeteksi kanker itu.
Maka, apakah ada yang mencuri radio isotop?
Sungguh pertanyaan yang tidak sampai hati dikemukakan. Sekaligus bikin malu bangsa: masak iya sih sampai ada yang mencuri produk nuklir?