iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Dok Jambiupdate)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) mencatat, hampir 90 persen angkatan kerja di Indonesia diisi dengan orang-orang berlatar belakang pendidikan SMA dan hanya 10 persen yang berasal dari perguruan tinggi.

Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Agus Sartono mengatakan, bahwa fakta itu membuktikan bahwa minimnya tenaga kerja terampil tidak sepadan dengan tantangan yang dibawa era 4.0.

“Kalau hanya lulusan SLTA (tenaga kerja kita), maka kesempatan kerjanya sempit, dan income-nya juga sedikit. Berbeda dengan yang lulusan perguruan tinggi. Sayangnya, angkatan kerja di Indonesia justru didominasi oleh lulusan SMA,” kata Agus Selasa (25/2).

Menurut Agus, pada era industri 4.0 yang kerap berbasis internet of things (IoTs) membuat sejumlah lahan pekerjaan berubah drastis. Lingkungan dan pola kerja di negara-negara lain pun ikut berubah.

“Pekerjaan-pekerjaan lama yang bisa digantikan oleh robot, maka hampir dipastikan punah dan memangkas tenaga kerja yang ada,” ujarnya.

Hal serupa juga mulai dirasakan di Indonesia. Di mana, banyak pekerjaan-pekerjaan lama yang berganti atau hilang sama sekali. Untuk itu dia menekankan, pentingnya pendidikan skill dan karakter bagi setiap elemen pendidikan.

“Pendidikan skil dan karakter juga harus dijalankan dengan harmonisasi gizi yang baik. Dalam Human Capital Life Cycle yang disusun Kemenko PMK,” terangnya.

Pengamat ketenagakerjaan, Ade Hanie menilai, bahwa para lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) belum mampu bersaing dalam revolusi industri 4.0. Sebab dalam praktik belajarnya, siswa diukur melalui nilai akademis ketimbang keahliannya. Hal itulah yang membuat industri kesulitan untuk menyerap tenaga kerja dari SMK.

“Lulusan SMK usianya rata-rata 17-18 tahun sehingga menyulitkan perusahaan menghadapi mereka. Menghadapi yang lulusan perguruan tinggi saja susah apalagi yang usianya antara anak baru gede dan remaja,” ujarnya

Pada tahun lalu, Ade mengaku pernah bekerja sama dengan Jojoba mengadakan tes psikometrik untuk menakar kompetensi lulusan SMK. Hasilnya, ia menemukan rata-rata lulusan SMK lemah dalam 12 kompetensi soft skill.

Terutama menyoal perencanaan, evaluasi, kemampuan kepemimpinan, komunikasi bersama, dan kemampuan memengaruhi orang lain. Ia juga menilai, lulusan SMK di Indonesia kurang percaya diri.

“Sekolah masih berpikir industri akan menerima SDM dilihat dari nilai akademis, padahal kan enggak,” terangnya. (der/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images