iklan Pengamat Politik Ujang Komarudin.
Pengamat Politik Ujang Komarudin.

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Konsep Pemilu Serentak yang akan berlangsung pada 2024 mendatang perlu dirumuskan secara matang. Banyaknya pemilihan mulai dari presiden hingga bupati/wali kota dikhawatirkan akan berdampak pada pemilih, partai politik maupun penyelenggara pemilu.

Pengamat Politik Ujang Komarudin menilai, pembahasan mekanisme pemilu 2024 dipastikan akan ada tarik ulur dari partai politik. DPR RI yang memiliki kewenangan dalam menentukan teknis akan melihat untung rugi bagi partai politik.

Apapun mekanisme pemilihan yang dipilih, Ujang meyakini jika keuntungan akan berada di partai politik. Alasannya, suara yang saat ini telah diraih paling tidak harus dipertahankan. Kalau perlu ditingkatkan.

“Yang pasti mereka anggota DPR itu pasti mengamankan dirinya dulu. Karena siapa yang tidak mau mendapat posisi. Selanjutnya, suara parpol juga harus dipikirkan apapun caranya. Sehingga perolehan suara partai akan tetap tinggi dan bisa masuk parlementary treshold,” kata Ujang di Jakarta, Jumat (28/2).

Akademisi Universitas Al Azhar Indonesia menilai dalam pembahasan UU Pemilu nanti, ada kemungkinan angka ambang batas parlemen juga bisa dinaikkan. Hal ini agar partai kecil perlu perjuangan lebih untuk bisa duduk di Senayan. “Jadi tidak mungkin kalau parpol tidak memikirkan dirinya. Karena apa? Mereka kan punya wewenang. Mereka juga yang mengeluarkan dan membahas Undang-Undang,” terangnya.

Sementara itu, Anggota Komisi VI Achmad Baidowi menyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabaikan fakta terkait jumlah korban meninggal dunia dalam penyelenggaraan Pemilu serentak 2019. Pernyataan itu disampaikan saat menyikapi putusan MK yang menyatakan pemilu presiden dan wakil presiden dengan pemilu anggota legislatif yang konstitusional adalah yang dilaksanakan secara serentak.

“Kami menyayangkan hakim MK mengabaikan fakta banyaknya korban meninggal dari unsur penyelenggara pemilu ad hoc. Terutama KPPS, ketika Pemilu 2019. Sehingga dalam putusannya MK tetap menekankan keserentakan pemilu nasional,” jelas Baidowi.

Ia menilai putusan yang berisi variasi pilihan model keserentakan pemilu mengesankan MK gamang dalam memutuskan perkara yang diajukan oleh pemohon. Padahal, lanjutnya, MK tinggal menguji terkait pasal yang kemungkinan bertentangan atau tidak bertentangan dengan UUD 1945. Baidowi berpendapat, seharusnya MK tidak membuat norma baru yang variatif.

Dia menilai tak salah bila ada pandangan yang menyebut putusan MK lebih terasa lahir dari pemikiran pakar, dari pada hakim-hakim konstitusi. Pihaknya akan mendalami putusan tersebut sambil mencari formulasi pemilu serentak yang murah, efektif, efisien dengan semangat jujur, adil, transparan, dan obyektif.

Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDIP Djarot Saiful Hidayat menyatakan setuju keputusan MK terkait pemilu tetap serentak dan opsi-opsi yang ditawarkannya. Namun, dia berharap pemilu nantinya tak seperti pelaksanaan Pemilu 2019. “Yang kita jaga adalah jangan sampai merepotkan seperti Pemilu 2019. Dimana banyak korban dan kerumitan lainnya. Tentang keserentakan kita setuju,” tegas Djarot.

Ia mencontohkan alternatif pemisahan Pemilu dengan cara berjenjang yakni Presiden bersama sama dengan DPR RI dan DPD. Kemudian dalam waktu berikutnya dilakukan pemilu di tingkat lokal baik melalui pemilihan DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten kota. Djarot menegaskan, saat ini Komisi II akan melakukan pembahasan secara menyeluruh. Pembahasan tersebut termasuk opsi-opsi yang ditawarkan MK dalam memutus gugatan Undang-Undang Pemilu. “Nanti akan kita kaji secara mendalam itu adalah fatwa dari MK. Tentunya kita harus kaji betul dengan beberapa opsi dengan tidak mengurangi aspek keserentakan,” tandasnya. (khf/fin/rh)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images