iklan
(Musang King Tirto.)

Ini memang baru tahun-tahun pertama berbuah. Umur pohonnya baru 4 tahun. Satu pohon baru bisa memberikan 4 atau 5 buah.

Kelak, tiga tahun lagi, satu pohon bisa 20-30 buah.

Teman Pak Tirto memang banyak. Ia salah satu pengurus FBM –paguyuban antar tokoh agama di Jatim. FBM adalah singkatan dari Forum Beda (tapi) Mesra. Ia sendiri pimpinan umat Budha di Surabaya.

Dan lagi untuk apa ia cari uang dengan jualan durian. Pabrik kecap dan bumbu-bumbu masaknya kian tahun kian besar –dengan merk AAA.

Saya pun bergurau dengannya: mestinya sayalah yang berhak pakai merk itu. Sayalah yang punya cucu dengan nama AAA – -Ayrton, Alesi dan Andretti.

Tapi Tirto memang sangat hoki dengan merk itu. Apalagi kecap dan bumbu saus tiramnya.

Setelah terbukti Musang King bisa hidup di Indonesia, Tirto punya keinginan ini: membagi bibit Musang King ke petani durian di Trawas. Agar memperoleh nilai tambah yang tinggi.

Cuma saja Tirto tidak sampai hati minta petani durian menebang pohon lamanya. Agar bisa diganti dengan Musang King. ”Selama menunggu Musang King berbuah mereka makan apa?” ujar Tirto.

Ia masih mencari ide untuk bisa melaksanakan niatnya itu. Ia sendiri adalah anggota tim Durian Nusantara. Yang diketuai Prof. Dr. Moh Reza dari IPB.

Misi paguyuban Durian Nusantara adalah untuk menginventarisasi durian-durian unggulan dari seluruh daerah di Indonesia.

Di negara kita itu jenis duriannya terlalu banyak. Konsumen durian justru bingung. Tidak bisa memilih mana yang baik. Tidak ada jaminan dan standar mutu.

Beda dengan di Malaysia. Yang hanya mengembangkan Musang King, Duri Hitam, D24, dan D168.

Konsumen tinggal pilih: suka yang mana.

Di Indonesia jenis durian bisa lebih dari 100 macam. Benar-benar kelemahan dari segi strategi marketing.

Sementara ini Durian Nusantara baru menemukan beberapa durian unggulan.

Di Kalbar-lah yang paling hebat. Yakni durian Serombut. Adanya di hutan-hutan pedalaman Kalbar. Tidak jauh dari Entekong –perbatasan dengan Sarawak, Malaysia.

Yang juga unggul adalah durian dari Bangka dan Belitung. Namanya Super Tembaga –karena warnanya yang agak mirip tembaga.

Orang sana menyebutnya durian Tahi Babi.

Satu lagi ditemukan: belum ada namanya. Juga di Kalbar.

Berita gembiranya: seorang pengusaha di Bangka sudah mulai menanam Super Tembaga seluas 600 hektare. Saya pun ingin sekali melihatnya.

Diperkirakan Bangka-lah yang akan jadi pioner ekspor durian terstandar dari Indonesia.

Selebihnya masih terlalu lama bagi kita untuk bisa berubah menjadi negara unggulan durian.

Proses berubah dari durian aneka-ria menjadi hanya beberapa yang terstandar saja kelihatannya belum menemukan jalannya.

”Saya juga sudah mulai menanam Musang King di Cianjur ini,” ujar I Gusti Ngurah Wisnawa kemarin.

Saya merasa masih punya hutang untuk ke kebun Pak Gusti. Sekaligus agar bisa menulis mengapa dari pengacara ia bisa sampai ke durian dengan skala raksasa.

Politik durian ternyata tidak kalah ruwetnya. (dahlan iskan)


Berita Terkait



add images