iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menganggarkan dana Rp595 miliar untuk program Merdeka Belajar episode IV. Tujuan dari program Organisasi Penggerak untuk meningkatkan kualitas guru dan kepala sekolah.

“Kemendikbud telah menganggarkan sekitar Rp595 miliar setiap tahunnya untuk program ini,” kata Plt Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud, Supriano, Rabu (11/3).

Supriano menjelaskan, program pemberdayaan tersebut melibatkan organisasi secara masif, melalui dukungan pemerintah untuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang sudah terbukti efektif, dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa.

“Anggaran dana tersebut berupa bantuan dana, pemantauan dan evaluasi dampak, serta integrasi program yang terbukti baik ke dalam program Kemendikbud,” tuturnya.

Adapun besaran bantuan yang akan diterima, kata Supriano, jumlahnya bervariasi tergantung pada hasil evaluasi terhadap kapasitas organisasi kemasyarakatan.

“Terutama terkait hal kualitas rencana program peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan yang akan dijalankan,” ujarnya.

Secara umum, lanjut Supriano, besar bantuan dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan banyak sasaran satuan pendidikan, yakni kategori satu (Gajah) dengan sasaran lebih dari 100 satuan pendidikan, dapat memperoleh bantuan maksimal Rp20 miliar per tahun, kategori dua (Macan) dengan sasaran 21 sampai dengan 100 satuan pendidikan, dapat memperoleh bantuan maksimal Rp5 miliar per tahun.

“Sedangkan kategori tiga (Kijang) dengan sasaran 5 sampai dengan 20 satuan pendidikan, dapat memperoleh bantuan maksimal Rp1 miliar per tahun,” terangnya.

Untuk itu, Supriano berharap program Organisasi Penggerak diharapkan membantu menginisiasi Sekolah Penggerak yang idealnya memiliki empat komponen. Pertama, kepala sekolah memahami proses pembelajaran siswa dan mampu mengembangkan kemampuan guru dalam mengajar.

Kedua, guru berpihak kepada anak dan mengajar sesuai tahap perkembangan siswa. Ketiga, siswa menjadi senang belajar, berakhlak mulia, kritis, kreatif, dan kolaboratif (gotong royong).

“Keempat, terwujudnya Komunitas Penggerak yang terdiri dari orang tua, tokoh, serta organisasi kemasyarakatan yang diharapkan dapat menyokong sekolah meningkatkan kualitas belajar siswa,” tuturnya.

Sementara itu, Pengamat pendidikan dari Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji menilai, kebijakan Merdeka Belajar yang digulirkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak terintegrasi dengan baik.

“Saya patut apresiasi idenya yang berbeda dengan yang lain, tapi yang perlu diingatkan ini bagian dari peta jalan yang mana, karena jilid satu hingga keempat sepotong-sepotong. Tidak terintegrasi dengan baik,” katanya.

Menurut Indra, kebijakan yang digulirkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tersebut tidak memiliki dasar yang kuat. Hal itu dikarenakan belum ada cetak biru dunia pendidikan.

“Kita tidak tahu utuhnya nanti bagaimana kebijakan Merdeka Belajar ini. Kalau sepotong-sepotong seperti ini maka kembali seperti dulu,” ujarnya.

Terlebih lagi, Indra melihat masih banyak yang bingung dengan konsep Merdeka Belajar dari episode I hingga IV dan bagaimana implementasinya. Terutama guru-guru yang berada di daerah.

Dapat diketahui, program Merdeka Belajar episode I digulirkan pada Desember 2019 yakni, mengenai kemudahan penyusunan kemudahan Rencana Pelaksanaan Pelajaran, otonomi sekolah Ujian Sekolah Berstandar Nasional, perubahan format UN, dan perubahan penerimaan siswa baru jalur prestasi menjadi 30 persen.

“Kemudian Merdeka Belajar episode II mengenai perubahan di perguruan tinggi yakni magang hingga tiga semester, kemudahan PTN menjadi PTNBH, reakreditasi otomatis, dan kemudahan membuka program studi baru,” jelasnya.


Berita Terkait



add images