iklan Jaksa Agung, ST Burhanuddin memberikan keterangan saat rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Jaksa Agung, ST Burhanuddin memberikan keterangan saat rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (16/1/2020). (Iwan tri wahyudi/ FAJAR INDONESIA NETWORK)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Banyak perkara dugaan kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung berakhir dengan divonis bebas atau dilepas. Hal ini harusnya menjadi tamparan keras bagi pimpinan Kejaksaan RI khususnya Jaksa Agung ST Burhanuddin selaku pimpinan Korps Adhyaksa.

Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad mengatakan perkara dugaan korupsi yang berakhir dengan vonis bebas menandakan Kejaksaan tidak mampu membuktikan dalam persidangan bahwa ada tindakan pidana korupsi dalam suatu perkara yang ditanganinya. “JPU di persidangan tidak berhasil membuktikan adanya perbuatan pidana yang didakwakan,” ujar Suparji kepada FIN, di Jakarta, Rabu (11/3).

Menurutnya, dengan beberapa kali perkara dugaan korupsi yang terdakwanya berujung dengan vonis oleh majelis hakim, Kejaksaan harus melakukan evaluasi dalam penanganan perkara korupsi. Selain itu, untuk meningkatkan dan mengetahui apakah dalam penanganan perkara korupsi yang divonis bebas telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada, jaksa perlu dieksamanasi. “Saya setuju jaksanya perlu dieksaminasi. Ini penting sebagai evaluasi,” paparnya.

Hal senada disampaikan Koordinator Pastikan Anti Koprasi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Dia menilai jaksa yang menangani perkara korupsi yang berujung vonis bebas harus diekasaminasi. “Ya harus eksaminasi dong. Ini untuk mengetahui kekurangan sehingga ada putusan bebas. Selain itu, agar ke depan tidak terulang lagi,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapus Penkum) Kejaksaan Agung, Hari Setiyono membantah jika ada pihak-pihak yang mengatakan penanganan perkara atau penyidikan kasus korupsi investasi Pertamina di Blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia dipaksakan. Penyidikan, penuntutan hingga banding, yang bersangkutan terbukti bersalah dan dihukum. “Namun di Mahkamah Agung berpendapat seperti ini. Jadi, perjalanan dalam penanganan perkara murni terhadap dugaan terjadinya tindak pidana. Dalam hal ini adalah tipikor. Nggak ada yang namanya dipaksakan,” jelas Hari.

Karena itu, Kejaksaan akan mempelajari secara utuh putusan Mahkamah Agung yang melepas terdakwa Karen Agustiawan untuk menentukan upaya hukum apa yang akan dilakukan Kejaksaan. “Kita pelajari dulu secara utuh. Nanti kami pelajari terobosan hukum terhadap perkara ini ke depan,” imbuhnya.

Disinggung soal eksaminsi, Hari mengatakan hal ini akan dilakukan untuk mengetahui apakah selama menangani perkara ini para jaksa sudah sesuai SOP atau tidak. “Dieksaminasi itu kan untuk melihat penanangannya dari awal. Sudah sesuai SOP atau nggak,” tutupnya.

Sebelumnya, putusan Mahkamah Agung melepaskan mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan dari tuntutan pidana dalam kasus korupsi investasi Pertamina di Blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia. Mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan dikeluarkan dari Rumah Tahan Salemba cabang Kejaksaan Agung pada Selasa (10/3).

Juru Bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro mengatakan Karen divonis lepas oleh Majelis Hakim MA karena terdakwa dianggap tidak melakukan pelanggaran tindak pidana. Namun, bussines judgement rule. “Apa yang dilakukan Terdakwa adalah bussines judgement rule. Perbuatan itu bukan tindak pidana,” kata Andi.(lan/fin/rh)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images