iklan Ilustrasi
Ilustrasi

Hari itu dia mendengar kawasan Italia utara mulai di lock-down. Wabah virus Corona sudah berkembang di situ. Tapi gadis 28 tahun itu merasa normal-normal saja. Pun di bandara Bologna. Tidak ada pemeriksaan apa pun. Demikian juga setiba di bandara Stansted, London Utara. Dia juga tidak diperiksa.

Dia pun langsung ke apartemennyi di kota Stansted. Di apartemen itu dia tinggal dengan adik perempuannyi dan tiga teman lainnyi.

Keesokan harinya pacar si gadis datang menemuinyi. Ia memberi tahu adanya sebuah berita yang baru saja tersiar: semua orang yang baru kembali dari Italia-utara harus mengurung diri di rumah.

Gadis itupun melapor ke NHS 111–via telepon. Tidak ada anjuran harus mengurung diri, kecuali merasakan ada gejala sakit. Tapi dia diminta untuk waspada. Harus menganggap dirinyi lagi berada dalam masa inkubasi virus.

Artinya: kalau ada gejala sakit harus segera melapor ke NHS 111.

Tidak ada gejala apa-apa yang dia rasakan. Maka keesokan harinya dia tetap masuk kerja –di sebuah sekolahan. Hanya saja dia tidak pelukan atau salaman dengan teman-teman kerjanyi.

Sorenya si gadis masih makan malam dengan sang pacar dan adiknyi. Baru seminggu kemudian dia merasakan meriang. Sangat ringan. Kalau saja bukan baru datang dari Italia dia akan menganggap gejala itu hanya flu biasa.

Keesokan harinya kakinyi mulai terasa pegal-pegal dan njarem. Dia masih merasa itu karena sudah lebih satu minggu tidak ke gym.

Tapi tenggorokannyi tiba-tiba gatal dan batuk-batuk. Dia masih anggap itu biasa. Apalagi setelah tiga hari batuk itu hilang sendiri. Tenggorokannyi itu enakan lagi.

Dia pun terus bekerja seperti biasa. Hanya saja tetap menghindari saling memeluk teman sekerja.

Sampailah pada apa yang tidak dia harapkan. Itu datang pada tanggal 4 Maret 2020. Yakni saat bangun pagi.

Dia merasa sangat lelah. Tidak berdaya.

Tapi dia tetap masuk kerja.

Barulah saat pulang kerja dia merasa lebih lelah lagi. Lalu tertidur.

Sore itu, saat terbangun, badannya demam. Menggigil.

Maka dia pun menghubungi NHS 111. Saat itulah dia diminta mengisolasi diri di rumah.

Dia tahu apa yang harus dia lakukan di apartemen itu. Dia baru ke dapur setelah teman lainnyi selesai ke dapur. Itu pun dia bersihkan semua barang dan benda yang pernah dia sentuh. Termasuk pintu.

Demikian juga ke toilet. Dia baru ke toilet setelah semua teman seapartemennyi selesai urusan toilet. Dia juga bersihkan benda apa pun di tempat itu sebelum meninggalkan toilet.

Dua hari kemudian, 6 Maret 2020, dia mendapat telepon dari NHS 111. Dia diminta datang ke rumah sakit bersama pacarnya–karena sudah berhubungan dengan si pacar.

Pagi itu, setiba di rumah sakit, sepasang kekasih itu tidak boleh keluar dari mobil. Harus menunggu petugas kesehatan. Ketika perawat datang, kaca jendela mobil diturunkan. Dia diperiksa–hidungnyi dan tenggorokannyi.

Hasilnya baru akan diketahui lima hari kemudian.

Sambil menunggu hasil itu dia harus mengisolasi diri sampai tanggal 18 Maret depan. Harus ke dapur dan ke toilet sebagai orang yang terakhir–dan membersihkannya.

Sang pacar tidak ikut dites. Tapi diminta tidak usah masuk kerja. Sampai 10 hari ke depan. Itu karena sang pacar–sampai dia menceritakan kisah ini–tidak merasakan apa-apa.

Sang gadis tiap hari hanya ke taman di kompleks apartemen itu. Jalan-jalan di situ. Lalu masuk rumah lagi.Dia selalu membuka jendela. Melihat daun-daun di luar. Dia membayangkan bisa segera seperti burung yang bebas terbang ke sana ke mari.


Berita Terkait



add images