JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Realiasi penerimaan pajak hingga akhir Februari 2020 mencapai Rp152,9 triliun atau minus 5 persen dibandingkan periode yang sama di 2019 yang sebesar Rp160,9 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, penurunan penerimaan pajak dikarenakan harga minyak yang anjlok sehingga berdampak terhadap PPh Migas.
Adapun realisasi PPh Migas sampai dengan Februari 2020 terkumpul sebesar Rp6,6 atau setara dengan 11,6 persen dari APBN 2020 yang sebesar Rp57,4 triliun.
“Untuk pajak migas akan kelihatan, karena yang kena harga minyak turun. Jadi dari sisi pajak ini kami merasakan betul sumber daya alam terutama migas tekanan menurun sangat tajam,” ujarnya dalam teleconference, Jakarta, Kamis (18/3).
Sementara itu, lanjut dia, untuk kategori pajak nonmigas, hingga Februari 2020 telah mencapai Rp146,3 triliun atau setara dengan 9,2 persen dari target dalam APBN 2020 sebesar Rp1.585,1 triliun. Kondisi ini juga menurun 2,7 persen jika dibandingkan posisi sama tahun sebelumnya yang tercatat Rp150,4 triliun.
Penerimaan PPh nonmigas ini mencapai sebesar Rp89 triliun atau setara dengan 10,2 persen dari target APBN. Sementara pajak pertambahan nilai (PPN) tercatat Rp55,9 triliun, pajak bumi dan bangunan (PBB) Rp3 miliar dan pajak lainnya sebesar Rp1 triliun.
Sedangkan dari sisi Bea dan Cukai, kata Sri Mulyani, menunjukkan pertumbuhan yang positif. Secara total, penerimaan dari kepabeanan dan cukai hingga Februari 2020 sebesar Rp250 triliun atau naik 51,5 persen persen.
Adapun rinciannya, untuk cukai sebesar Rp19,1 triliun atau tumbuh 89,2 persen, bea masuk sebesar Rp5,5 triliun, dan bea keluar Rp5 miliar.
Penurunan realisasi penerimaan pajak pada bulan Februari, menurut peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda merupakan hal wajar terjadi mengingat ekonomi Indonesia tengah dilanda wabah virus corona atau Covid-19.
“Saya kira pada bulan Maret akan semakin parah. Kondisi ini karena melihat dari penyebaran virus corona yang semakin meluas di Indonesia,” kata Huda kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Rabu (18/3).
Saran dia, agar pertumbuhan ekonomi nasional tetap stabil maka pemerintah harus mengambil kebijakan yang tepat, yakni agar mengutamakan keselamatan dan kesehatan masyarakat ketimbang memberikan stimulus untuk sektor ekonomi. Oleh karena itu, dia mengapresiasi Menteri Sri Mulyani yang akan menerbitkan stimulus lanjutan untuk sektor kesehatan.
“Terpenting saat ini yang harus diambil pemerintah adalah masalah kesehatan. Sebab kesehatan masyarakat harus dipandang sebagai investasi, maka dengan demikian pertumbuhan ekonomi akan mengikuti sehingga akan stabil atau tinggi,” pungkasnya.(din/fin)
Sumber: www.fin.co.id