iklan  BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Ketenagakerjaan. (Dok.FIN/Istimewa)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Meski telah mendapatkan insentif perpajakan yang digelontorkan pemerintah, namun pelaku industri masih saja meminta keringanan lagi. Desakan mereka, yakni penundaan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan.

Hal itu disampaikan leh Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang dalam rapat kerja degan komisi VI DPR secara virtual, kemarin (6/4). “Pertama mereka menginginkan adanya penundaan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan,” ujar dia.

Permintaan lain pengusaha, lanjut Agus, agar harga industri masih tetap dengan patokan Dolar Rp14 ribu per USD. Mengingat nilai tukar Rupiah terhadap Amerika Serikat (AS) terus menukik hingga lebih dari Rp16 ribu per USD. “Mereka juga menyampaikan agar pembelian gas dari PGN bisa menggunakan fix rate ya sebesar Rp14.000 per USD. Sehingga jadi fix rate per USDnya Rp14.000,” ucap dia.

Tak hanya itu saja, para pengusaha juga meminta kemudahan untuk mendapatkan pinjaman dari perbankan. Pasalnya, di saat kondisi pandemi corona dibutuhkan suntikan cash flow agar perusahaan tetap bertahan. Sebagaimana diketahui, kondisi saat ini banyak perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat dampak Covid-19. Yang paling terdampak antara lain di sektor perhotelan, dan pariwisata

Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menilai permintaan para pengusaha sudah dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk insentif keringanan pajak. Menurut dia, penundaan pembayaran iuran pajak justru bakal memberatkan pemerintah di mana telah menggelontorkan dana sebesar Rp405,1 triliun untuk penanganan Covid-19. “Penundaan iuran BPJS Ketenagakerjaan bisa menambah beban BPJS itu sendiri di tengah kebutuhan masyarakat akan pelayanan BPJS,” kata dia kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (6/4).

Sementara itu, ekonom INDEF Ariyo Irhamna setuju dengan permintaan pelaku usaha untuk mendapatkan penundaan iuran BPJS Ketenagakerjaan. Hanya saja, untuk merealisasikan usulan pengusaha harus ada yang dikorbankan sehingga dana untuk menalangi BPJS Ketenagakerjaan tercukupi. “Ya, harus ada program yang dikorbankan. Yang harus dikorbankan pemerintah adalah anggaran infrastruktur dan Ibu Kota, bukan kesehatan dan pendidikan,” ujar Ariyo kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Senin (6/4).

Sebelumnya, pemerintah mengalokasikan dana senilai total Rp405 triliun untuk penanganan Covd-19. Salah satunya, untuk sektor industri. Kelompok ini mendapat alokasi anggaran Rp70,1 triliun, yang didistribusikan dalam beberapa kebijakan detail.

Pertama, cadangan perpajakan/Ditanggung Pemerintah (DTP) lainnya senilai Rp64 triliun. Rinciannya, pajak ditanggung pemerintah untuk PPh Pasal 21 dan PPN, senilai Rp52 triliun, dan Bea Masuk DTP sebesar Rp12 triliun. Kedua, stimulus Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan nilai Rp6,1 triliun.

Sementara itu, dana tambahan pembiayaan negara yang besarnya Rp150 triliun didistribusikan melalui kebijakan dukungan untuk industri. Rinciannya, dana Rp150 triliun tersebut didistribusikan melalui kebijakan pembiayaan dalam rangka mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional, termasuk stimulus untuk ultra mikro.(din/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images