JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Pemerintah diminta untuk menambah jumlah stimulus dari saat ini totalnya sebesar Rp405 triliun menjadi Rp1.600 triliun, dalam memitigasi dan menangani dampak virus corona (Covid-19).
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani menilai, stimulus yang telah dikeluarkan pemerintah masih belum ideal, terutama jika melihat sekitar 93 juta masyarakat miskin dan rentan miskin, serta pengusaha kecil dan pekerja informal lainnya yang belum mencakup bantuan.
“Kami melihat bahwa kebutuhannya sebesar Rp1.500 triliun sampai Rp1.600 triliun. Untuk social safety net saja Rp600 triliun karena pekerja kita lebih banyak sektor informalnya, daripada sektor formalnya, termasuk masyarakat miskin dan rentan miskin ada 93 juta orang,” kata Rosan, Sabtu (11/4).
Rosan menyebutkan, bahwa rincian dari total stimulus sebesar Rp1.600 triliun yang disarankan Kadin yakni untuk program jaring pengaman sosial sebesar Rp600 triliun, dana kesehatan Rp400 triliun dan dana finansial perbankan sebesar Rp500 triliun sampai Rp600 triliun.
“Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Sosial baru mengalokasikan dana untuk program jaring pengaman sosial sebesar Rp110 triliun dari total anggaran yang dikeluarkan Rp405 triliun untuk penanganan dampak COVID-19,” ujarnya.
Rosan menambahakan, dari stimulus sebesar Rp1.600 triliun tersebut, porsi sebesar Rp500 triliun sampai Rp600 triliun diberikan sebagai relaksasi terhadap perbankan, agar bisa memberikan keringanan kepada pelaku usaha kecil dan menengah.
“Ini bisa memberi nafas kepada perusahaan dan mencegah PHK yang lebih besar. Walaupun ada perusahaan yang sudah dibantu, tetapi karena berhenti total, seperti perhotelan, tidak mengakibatkan mereka menjadi kredit macet,” tuturnya.
Menurut Rosan, idealnya negara memberikan stimulus sebesar 10 persen dari total PDB. Contohnya saja, Amerika Serikat mengalokasikan stimulus sebesar 10,5 persen dari total PDB untuk meredam dampak COVID-19, Australia lebih tinggi yaitu 10,9 persen dari total PDB, dan Singapura juga mengalokasikan anggaran penanganan Covid-19 sebesar 10,9 persen dari total PDB.
“Bahkan negara tetangga Malaysia mengeluarkan stimulus hingga Rp938 triliun, meskipun PDB mereka tidak lebih dari Indonesia. Kalau kita lihat negara-negara lain rata-ratanya memang 10 persen dari PDB, sedangkan kita baru sekitar 5 persen,” terangnya.
Senada, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani juga menyarankan agar pemerintah menambah jumlah stimulus yang sebesar Rp 405 triliun untuk menangani dampak virus corona (Covid-19) terhadap sektor perekonomian.
Menrutnya, stimulus tambahan itu disebutnya dapat dialokasikan sebagai relaksasi terhadap perbankan agar bisa memberikan keringanan pada pelaku usaha kecil dan menengah.
“Rp 405 triliun itu kurang. Malaysia aja sampai lebih dari Rp 800 triliun,” ujar Aviliani saat sesi siaran di akun Instagram @indef_official.
Aviliani menambahkan, jumlah tersebut tak banyak memberi bantuan terhadap pengusaha kecil yang kegiatan usahanya mati selama masa pandemi virus corona ini.
“Banyak pengusaha kecil yang menyatakan hanya mampu bertahan tiga bulan ke depan, sehingga mulai ada debitur yang mengajukan restrukturisasi kepada perbankan lantaran pendapatannya bermasalah,” katanya.
Aviliani memberi contoh pada pengalaman-pengalaman terdahulu, dimana para pengusaha kecil banyak yang gulung tikar pasca terjadinya krisis ekonomi akibat tak mendapat cukup suntikan modal.
“Khawatirnya, ketika sudah enggak masa krisis enggak ada bank yang bisa pinjemin lagi, perusahaan banyak yang tutup karena enggak dapat modal kerja baru,” pungkasnya. (der/fin)
Sumber: www.fin.co.id