iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

Corona Virus atau yang dikenal dengan Covid-19 sudah menjadi perbincangan hangat dalam beberapa bulan terakhir. Indonesia dengan jumlah terkonfirmasi positif sebanyak 2 orang pada awal Maret lalu, sekarang harus menghadapi peningkatan jumlah kasus yang signifikan, yakni bertambah sejumlah 336 kasus terkonfirmasi per hari dalam kurun waktu satu minggu terakhir. Hingga tanggal 3 Mei 2020, jumlah terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia mencapai angka 11.192 kasus, 1.876 orang sembuh, dan 845 orang meninggal dunia.

Sejumlah masyarakat Indonesia kemudian mendesak pemerintah untuk memberlakukan kebijakan lockdown, terutama berkaca pada kondisi penyebaran virus yang terjadi di negara Italia. Namun, ketika muncul krisis mental dan kesehatan yang timbul akibat lockdown di India, pemerintah tentunya mengkaji kembali penerapan kebijakan ini sebelum akhirnya mengeluarkan kebijakan PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagai langkah untuk menerapkan law enforcementatas imbauan untuk melakukan pembatasan fisik atau physical distancing yang diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 dan pelaksanaannya diturunkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Mengutip juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, dikatakan bahwa kebijakan PSBB merupakan salah satu upaya untuk memperkuat penerapan pembatasan fisik atau physical distancing demi mencegah penyebaran virus corona, karena pelaksanaan physical distancing saat ini belum maksimal. Pembatasan ini mencakup peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan berbagai kegiatan seperti kegiatan keagamaan, kegiatan yang dilakukan di tempat atau fasilitas umum, maupun kegiatan sosial budaya; pembatasan moda transportasi. Pembatasan ini dikecualikan bagi instansi atau kegiatan strategis yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, energi, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.

Pemerintah daerah di beberapa kota besar, terutama daerah dengan predikat red zone seperti Provinsi DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan beberapa wilayah di Bandung Raya segera memberlakukan kebijakan ini, dan sudah diamini oleh pemerintah pusat melalui Menteri Kesehatan. Di Sumatera, Kota Pekanbaru dan Provinsi Sumatera Barat juga termasuk wilayah yang disetujui untuk menerapkan PSBB, begitu pula dengan Sumatera Utara yang mulai mempertimbangkan usulan PSBB jika terjadi lonjakan angka terkonfirmasi, sebab salah satu syarat pemberlakuan PSBB adalah apabila pada suatu wilayah terjadi jumlah kasus atau jumlah kematian akibat Covid-19 dan wilayah tersebut menjadi episentrum peyebaran secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah lain.

Mengingat terdapat lonjakan cukup tinggi tercatat pada tanggal 26 April dan 3 Mei sejumlah 11 dan 6 orang, yang menjadikan total 37 kasus positif di Provinsi Jambi, perlukah pemerintah daerah kita mempertimbangkan pula penerapan PSBB? Belum lagi berita simpang siur mengenai penetapan red zone untuk Kota Jambi dan Merangin. Jika dikaji melalui syarat daerah episentrum, Jambi belum memenuhi poin tersebut untuk mengajukan PSBB. Lantas upaya seperti apa yang sebaiknya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Jambi?

Beberapa waktu lalu, Ikatan Diaspora Muda Jambi (IDM Jambi) sempat melaksanakan bincang daring mengenai langkah-langkah yang dapat diambil oleh Pemda Jambi terkait penanganan Covid-19. Tidak main-main, pembicara pada sesi diskusi tersebut merupakan mahasiswa/i Indonesia, termasuk dari Provinsi Jambi,yang sedang menempuh pendidikan di luar negeri, seperti Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Rusia, serta salah satu tenaga medis yang menjadi garda terdepan penanganan Covid-19 di Jambi. Lidya Kristianti, dari Korea Selatan menyatakan bahwa pemerintah dapat mencontoh Korea Selatan dalam menangani wabah virus ini, terutama terkait dengan keterbukaan data dan informasi mengenai jumlah dan titik kasus positif, karena terbukti dengan adanya “warning system” ini, warga akan lebih waspada terhadap lokasi-lokasi yang menjadi titik dimana seseorang pernah terpapar virus atau tidak. Hal ini tentu didukung pula dengan sistem informasi dan kesehatan yang responsif di negeri ginseng tersebut.


Berita Terkait



add images