iklan Amri Ikhsan.
Amri Ikhsan.

Mari kita berdamai, memahami situasi, jadikan covid-19 sebagai alarm kehidupan agar kita terus berperilaku bersih dan sehat, menutup mulut/hidung ketika bersin/batuk, menjaga jarak sosial dan jarak fisik, melakukan penyemprotan desinfektan di tempat tertentu, mencuci baju setelah pulang dari pasar, tetap jaga jarak, tidak melakukan jabat tangan, cipika cipiki dll yang menyebabkan adanya transmisi virus (saefudin).

Itulah new normal, cara kita berdamai dengan musuh bersama. Kalau 'new normal' ini sudah jadi kebiasaan, kehidupan akan seperti biasa. Damaikan hati dengan kebiasaan (baru). Berperang dengan cara damai, inshaallah, covid-19 akan menghilang dengan sendiri.

Memulai new normal, tatanan hidup yang baru, biasalah kalau masih baru, dipasti terasa berat. Mulailah dengan hidup bersih, karena virus itu ‘kotor’. Memerangi kekotoran bisa dengan cara damai, tidak perlu emosional, marah-marah, menyalahkan pihak lain, dll.

Mari mulai dengan membersihkah hati dan pikiran dari informasi yang bisa mengotori cara berpikir. Dalam konteks pandemi covid-19, berdamai berarti melihat sisi baik, sekaligus melakukan rutinitas baru dari penyebarannya tidak meluas.

Pertama, virus ini mendidik kita untuk makan/minum yang menyehatkan lagi halal dan menjauhi yang haram. Diinformasikan virus ini muncul berawal dari kebiasaan menyantap binatang binatang, liar, buas dan kelelawar dibantai dengan kasar atau dibakar hidup hidup lalu dimakan.

Kedua, berpakaian, virus mencontoh bagaimana pakaian yang ‘sehat’, rapi, sopan dan menutup aurat seluruh tubuh kita dan yang selama ini sebagian pakaian kita minim, ketat dan mengumbar aurat. Yang mengherankan ‘orang orang ini’ bangga dan percaya diri dengan berbusana seperti itu.

Ketiga, sering diinformasikan bahwa ‘tolong jaga mulut, hidung, mata’. Ini mengajar kita untuk menjaga ketiga orang tubuh dibagian wajah kita. Sebenarnya, bukan saja kebersihannya, tapi juga kata kata yang keluar dari mulut, apa yang harus dicium, apa yang harus dilihat, dan suara suara yang terdengar dari telinga. Semua harus ‘bersih’ dari sisi agama, adat dan tradisi.

Keempat, social distancing dan physical distancing sebenarnya bukan hanya menjaraki secara sosial dan fisik, ‘distancing’ ini juga menyasar hubungan antara manusia yang ‘kelewat’ dekat dan akrab. Maka muncullah pergaulan bebas, selingkuh, bercengkrama dengan bukan muhrim, dll.

Kelima, selama ini kita sering ‘meninggalkan’ rumah, makan diluar, main diluar, virus ini ‘memaksa’ kita unruk berada dirumah, bermain dengan keluarga, makan, bercengkrama, nonton bersama, yang jarang sekali dilakukan selama ini.

Keenam, jaga kebersihan dan ketertiban. Virus mendidik kita agar selalu menjaga kebersihan badan, pakaian, barang dan lingkungan dengan rajin mandi, mencuci tangan, semprot antiseptik dan disinfektan, dan tidak sembarangan membuang sampah. Virus ini mendidik bagaimana cara bersin, batuk atau menuap dengan benar dan sehat.

Ketujuh, semangat kebersamaan, solidaritas, saling tolong. Virus ini mengarahkan kita untuk solider, toleran, selalu menjaga silaturrahmi dengan sesama. Kita sadar bahwa kita tidak mampu mengurus diri sendiri seorang diri, kita butuh orang lain yang meski bukan saudara seperti dokter, dll.

Kedelapan, menjaga imun, virus ini memanjakan kita untuk selalu makan makanan yang bergizi. Gizi imun tidak hanya datang dari makanan, tapi juga dari sifat kita: selalu berbaik sangka, sabar, syukur, ikhlas dan jujur. Daya tahan tubuh akan melemah saat pikiran dikuasai dengki, fitnah, iri, hasut, ujaran kebencian dan cacian, seks bebas, seks sesama jenis.

Inilah perdamaian abadi, berdamai untuk ‘menaklukkan musuh, semoga strategi ini membawa kita ke sebuah kemenangan, aamiin…

*) Penulis adalah Pendidik di Madrasah


Berita Terkait



add images