iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima 58 laporan penerimaan gratifikasi Lebaran 2020.

Plt. Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya mengatakan pihaknya hingga Jumat (29/5) menerima 58 laporan gratifikasi terkait dengan Lebaran 2020. Jika dihitung totalnya mencapai Rp62,8 Juta.

“Pelaporan tersebut berasal dari 10 kementerian/lembaga sebanyak 28 laporan, tiga pemerintah provinsi dan sembilan pemerintah kabupaten/kota sebanyak 22 laporan, dan lima BUMN/D dengan total delapan laporan,” katanya, Senin (1/6).

Diungkapkannya, barang gratifikasi masih berkisar pada parsel makanan, barang pecah belah, voucher, dan uang dengan nilai laporan terendah Rp50 ribu hingga Rp10 juta.

“Tujuan pemberian dimaksudkan sebagai tambahan uang dalam menyambut bulan suci Ramadan, Tunjangan Hari Raya (THR) Idulfitri, hingga ucapan terima kasih karena telah menggunakan produk tertentu,” tuturnya.

Medium pelaporan yang paling banyak digunakan, kata dia, adalah melalui aplikasi Gratifikasi Online (GOL) individu sebanyak 36 laporan.

Selanjutnya, GOL unit pengelola gratifikasi (UPG) berjumlah 14 laporan dan surat elektronik baik yang disampaikan oleh individu maupun melalui UPG sebanyak delapan laporan.

KPK, lanjut dia, mengimbau kepada pegawai negeri dan penyelenggara negara yang menerima gratifikasi segera melaporkan kepada KPK. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan penerimaan gratifikasi tersebut harus dilaporkan kepada KPK paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan gratifikasi.

“Pejabat yang melaporkan penerimaan gratifikasi terbebas dari ancaman pidana sebagaimana Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, yaitu berupa pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar,” tegasnya.

Sementara Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan melakukan tindakan korupsi, termasuk menerima gratifikasi dan suap sama saja dengan mengkhianati nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

“Ingat, berani korupsi sama saja berani mengkhianati nilai-nilai dari setiap butir yang ada di dalam Pancasila,” ujarnya dalam pernyataannya di Hari Lahirnya Pancasila, 1 juni 2020.

Dijelaskannya, pada sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, memiliki esensi agar kita takut, terhindar dari niat, dan godaan untuk berperilaku koruptif.

“Karena yakin setiap derap langkah, perilaku, dan perbuatan kita di dunia fana ini diketahui oleh-Nya,” terangnya.

Selanjutnya, mampu menjaga pribadi untuk tidak berperilaku koruptif karena takut akan dosa menjadikan kita manusia yang adil dan beradab, sesuai sila kedua Pancasila.

“Semangat dan implementasi esensi sila pertama dan kedua, dapat menjadi tujuan sila ketiga, Persatuan Indonesia, dalam mengentaskan budaya korupsi yang telah berakar urat di negeri ini,” katanya.

Perang melawan laten korupsi harus dipimpin dengan penuh hikmat dan kebijaksanaan, sebagaimana esensi dari sila keempat Pancasila.

Sirnanya korupsi di Indonesia, tentunya menjadi harapan, impian, dan cita-cita kita bersama demi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yang termaktub dalam sila kelima Pancasila.

“Sekali lagi, makna, esensi, dan nilai-nilai dari lima butir Pancasila yang menjadi satu kesatuan utuh dan saling mengikat serta memiliki makna yang seharusnya menjadi landasan hidup berbangsa dan bernegara,” katanya.(gw/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images