iklan Para Aktivis ”Tua” Nongol, Mereka Bicara Pancasila
Para Aktivis ”Tua” Nongol, Mereka Bicara Pancasila (net)

JAMBIUPDATE.CO JAKARTA – Para aktivis 98 yang dulu teriak di jalanan. Diburu oleh Soeharto lewat tangan-tangan korps berseragam, hingga mereka yang doyan teriak di depan pelataran Istana Negara pada era orde baru, kemarin (8/7) bertemu.

Mereka berkumpul. Berialog dalam sebuah pembahasan.  Dalam frame webinar Focus Group Discussion yang bertema ”Memastikan RUU Pelaksanaan Ideologi Pancasila”.

Gaya mereka masih sama. Tidak berbeda jauh. Ngotot layaknya orator dengan paham yang beragam. Apalagi krangka tema yang diusung memang sedang panas belakangan ini.

Ya, ruh dan semangat mereka masih sama ketika bicara Idiologi Pancasila. Sayang, dialog kali ini kurang lengkap. Dengan ketidakhadiran Wiji Tukul, maupun mereka yang belum ditemukan jasadnya, setelah dihilangkan secara Paksa, oleh Tim Mawar. Memang kurang lengkap!

Dari dialog yang terpapar di layar kaca, berbagai persoalan yang timbul di Republik Indonesia dikupas. Dari sumber dari penyelewengan Pancasila. Dampaknya langsung dirasakan oleh rakyat di berbagai daerah, di kota maupun desa hingga kondisi saat ini.

Berangkat dari tema yang diusung, dialog lebih mengedepankan bagaimana menciptakan Undang-Undang Pelaksanaan Pancasila yang membutuhkan keberanian revolusioner.

Karena akan secara cepat membangun sebuah tatanan masyarakat yang baru yang memiliki tujuan dan cara yang jelas dalam bernegara dan berbangsa menuju cita-cita dalam Preambule UUD 45. Itu salah satu dari kesimpulan webinar kali ini.

Pengamat politik dari UNILA Lampung, Maruly Hendra Utama S.Sos, M.Si. menjelaskan, Pancasila sebagai ideologi diterima semua pihak.

Namun, dalam praktik bernegara seringkali ditemukan berbagai kenyataan yang justru tidak menunjukkan nilai Pancasila. Hal-hal seperti iniyang seharusnya menjadi perhatian semua.

”Pancasila tidak boleh hanya sekadar diucapkan dan ditulis, tapi harus benar-benar dilaksanakan,” terang mantan aktivis PRD itu.

Ditambahkan Maruli, sampai saat ini, tidak ada lembaga yang berani memastikan pelaksanaan Pancasila secara konsisten. Kemana harus diadukan kalau ada praktik yang dianggap tidak sesuai Pancasila.

”Saya kira, harus ada lembaga yang dijadikan tempat untuk mengadu, untuk mengawasi dan memastikan setiap praktek bernegara sejalan dengan Pancasila,” tegas Dosen Fisipol Universitas Lampung (UNILA) di Lampung itu.

Kalau tidak ada lembaga yang kuat, katanya, ketika ditemui praktek atau kebijakan yang tidak sesuai Pancasila, maka tidak ada yang bisa persoalkan.

Untuk itu, kata Maruly, sangat dibutuhkan lembaga yang dapat memastikan operasionalisasi Pancasila, sehingga warga negara bisa mengadukan kalau ada persoalan yang bertentangan dengan Pancasila.

”Kita butuh lembaga yang kuat untuk operasional Pancasila. Kalau tidak ada, ya tidak bisa kita memastikan itu,” tegasnya.

Selain Maruly Hendra Utama, Webinar Focus Group Discussion menghadirkan narasumber dari berbagai kalangan dari beberapa kota seperti Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, FX Arief Poyuono, Salamuddin Daeng dari Peneliti dari Universitas Bung Karno (UBK) di Jakarta. Nampak pula hadir Mazmur Simamora dari Front Aksi Mahasiswa Semanggi (FAMSI) di Jakarta.

Sementara puluhan peserta yang terlibat diantaranya Isroil Samiharjo, Mantan Direktur Nubika, Badan Intelejen Negara (BIN) di Jakarta, Calvin G. Eben Haezer dari Universitas Atma Jaya dan Fendry Panomban, Aktivis 98.

Ada juta Sekjen Komite Perjuangan Rakyat untuk Perubahan (KPRP) di Luwuk Sulawesi Tengah. Acara dipandu moderator Roy Pangharapan dari Dewan Kesehatan Rakyat (DKR)

Dalam kesempatan itu, Isroil Samiharjo, Mantan Direktur Nubika, Badan Intelejen Negara (BIN) di Jakarta menegaskan agar yang dibentuk adalah  Undang-Undang Pelaksanaan Pancasila.


Sumber: www.fin.com

Berita Terkait



add images