iklan Siasat Pulihkan Kepercayaan Publik
Siasat Pulihkan Kepercayaan Publik (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Kementrian Hukum dan HAM lewat Ditjen Imigrasi mengakui bahwa Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi Joko Tjandra dikeluarkan sebelum penangkapan. Ini telah melalui prosedur sebagai upaya membantu Bareskrim membawa buronan itu dari Malaysia ke Indonesia. Dan penangkapan buronan hak tagih (cessie) Bank Bali itu menjadi penegasan bahwa negara tak bisa dipermainkan oleh siapa pun.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menyebut penangkapan itu menjadi momentum untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap upaya penegakan hukum di Indonesia.

”Penangkapan tersebut setidaknya telah mengakhiri rumor atau teka-teki tentang keberadaan Djoko Tjandra. Hal ini juga menjadi pernyataan sikap yang tegas bahwa negara pada akhirnya tidak bisa dipermainkan oleh siapa pun yang mencoba-coba bersiasat mengangkangi hukum di negara ini,” kata Yasonna dalam keterangan yang diterima Fajar Indonesia Network (FIN), Jumat (31/7/).

”Penangkapan Joko Tjandra juga harus menjadi momentum untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan aparat penegak hukum di Indonesia. Karenanya, keberhasilan penangkapan ini harus diikuti dengan proses peradilan yang transparan hingga bisa menguak kasus tersebut secara terang benderang,” terangnya.

Yasonna juga secara khusus menyampaikan apresiasi kepada Bareskrim Polri atas keberhasilan menangkap buronan yang kabur sejak 2009 tersebut. ”Apresiasi tinggi tentu harus diberikan kepada jajaran Bareskrim Mabes Polri, terlebih karena proses penangkapan ini dimudahkan lewat pendekatan P2P (police to police, red.),” tutur Yasonna.

”Sebelumnya masyarakat menuding kepolisian tak serius mencari tahu dan menangkap Joko Tjandra. Kini semua bisa melihat bahwa tudingan itu tidak benar,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia dan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Kamis (30/7). Penangkapan dilakukan tim khusus bentukan Kapolri yang dipimpin Kabareskrim Komjem Listyo Sigit Prabowo dan bekerja sama dengan Polis Diraja Malaysia. Kerjasama model P2P dilakukan setelah Joko Tjandra terdeteksi berada di Negeri Jiran tersebut.

Di sisi lain, Yasonna menyebut kasus Joko Tjandra yang seperti seenaknya keluar-masuk Indonesia kendati berstatus buronan harus menjadi pelajaran bagi setiap lembaga penegak hukum di Indonesia.

Polri telah menerbitkan laporan dugaan pidana atas oknum di lembaganya yang menerbitkan surat jalan bagi Djoko Tjandra. ”Tentu ini harus diapresiasi dan bisa menjadi contoh bagi lembaga penegak hukum lain untuk melakukan hal serupa terhadap anggotanya yang diduga terlibat dalam surat jalan Djoko Tjandra. Pencopotan semata tentu tidak cukup, harus diikuti dengan proses pidana,” papar Yasonna.

Terpisah, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis menegaskan bahwa penangkapan Joko Tjandra merupakan bentuk komitmen Polri dalam membantu pemerintah menangkap sejumlah buronan kelas kakap. Melalui siaran pers menceritakan proses penangkapan Joko Tjandra. Ia menyebut dua pekan lalu Presiden Joko Widodo menginstruksikannya untuk mencari sekaligus menangkap Joko Tjandra.

Dengan sigap dan cepat, perintah itu langsung dilaksanakan dengan membentuk tim kecil yakni Tim Khusus. ”Perintah itu kemudian kami laksanakan. Kami bentuk tim kecil karena infonya yang bersangkutan berada di Malaysia,” ujar Idham.

Setelah tim terbentuk, pihaknya langsung mengirimkan surat kepada Kepolisian Malaysia. Surat tersebut berisi permintaan kerja sama antara police to police untuk menangkap Joko Tjandra yang ketika itu terdeteksi berada di Kuala Lumpur, Malaysia.

Proses kerja sama dan kerja keras tim membuahkan hasil. Keberadaan Joko Tjandra akhirnya diketahui. Kemudian pada Kamis (30/7), Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo berangkat ke Malaysia untuk memimpin proses penangkapan dengan didampingi Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ignatius Sigit. ”Joko Tjandra ini kerap berpindah-pindah tempat. Tapi alhamdulillah berkat kesabaran dan kerja keras tim, Joko Tjandra berhasil diamankan,” terang mantan Kapolda Metro Jaya ini.

Menurut Idham, penangkapan Djoko Tjandra merupakan komitmen Polri untuk menjawab keraguan publik bahwa Polri bisa menangkap yang bersangkutan. Selanjutnya, proses hukum Joko Tjandra akan terus dikawal. ”Terbuka dan transparan serta tidak akan ditutup-tutupi. Artinya siapapun yang terlibat dalam pelarian Joko akan diproses hukum. Ini juga sebagai upaya bersih-bersih Polri terhadap oknum nakal,” tegas jenderal bintang empat ini.

Menurut dia, hal itu merupakan komitmen Polri untuk mengusut tuntas kasus Djoko secara transparan dan obyektif. Mengingat bahwa Joko akan dieksekusi untuk menjalani hukumannya sesuai putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah, maka pihaknya akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan KPK untuk proses hukum selanjutnya. ”Proses untuk Joko Tjandra sendiri, tentunya ada proses di kejaksaan yang tentunya akan ditindaklanjuti. Kami juga akan berkoordinasi dengan KPK,” kata Idham.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku tak kaget buronan kasus Cessie Bank Bali, Joko Tjandra akhirnya ditangkap oleh Kepolisian RI di Malaysia. “Saya tidak kaget karena operasi ini dirancang sejak tanggal 20 Juli. Jadi 20 Juli lalu, saya mau mengadakan rapat lintas kementerian dan aparat penegak hukum untuk buat rencana operasi penangkapan,” kata Mahfud dalam press update yang diberikan oleh Humas Kemenko Polhukam, di Jakarta, kemarin

Tetapi sebelum rapat berlangsung, lanjut dia, Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo datang ke kantornya menyatakan kepolisian sudah menyiapkan sebuah operasi penangkapan. Pada waktu itu, kata Mahfud, Indonesia Police Watch (IPW) dan banyak pihak mengusulkan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghubungi Pemerintah Malaysia untuk menyerahkan Djoko Tjandra. “Tetapi waktu itu, Pak Listyo meyakinkan kami tidak usah G to G. Namun, cukup police to police. Kabareskrim pun berangkat pada malam itu,” kata Mahfud.

Skenario itu, ujar Mahfud lagi, hanya diketahui dua orang lain selain dirinya, yaitu Kapolri Jenderal Pol Idham Azis dan Presiden Jokowi. Proses selanjutnya, Mahfud menyerahkannya ke Mahkamah Agung, sehingga dirinya, termasuk Presiden Jokowi, polisi, serta jaksa tidak bisa ikut campur dalam proses penyelidikan dan penyidikan. “Ini sudah ranah MA. Polisi, jaksa tak bisa ikut campur. Pengawasan masyarakat, pelototan masyarakat sekarang sangat efektif untuk awasi dunia peradilan,” kata Mahfud. (fin/ful)


Sumber: WWW.FIN.CO.ID

Berita Terkait



add images