iklan ILUSTRASI
ILUSTRASI (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap terdapat sejumlah calon kepala daerah yang memiliki sponsor dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Para sponsor tersebut dikatakan berasal dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, fakta itu terungkap berdasarkan hasil survei KPK terhadap beberapa calon kepala daerah yang berlaga di kontestasi Pilkada 2015, 2017, dan 2018.

 

“Ternyata ini yang dimaksud adalah kepala dinas, kepala badan, yang jadi tim sukses petahana, dan dia ikut memobiliasi dana untuk mendukung supaya calonnya terpilih,” ujar Pahala dalam kampanye virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN, Rabu (5/8).

Dipaparkannya, survei dilakukan terhadap 466 calon kepala daerah yang kalah di Pilkada. Keseluruhannya dipersilakan menjawab kuesioner dan wawancara oleh pihak KPK.

Kata Pahala, survei dilakukan berdasarkan rasa curiga KPK terhadap besaran harta kekayaan para calon kepala daerah yang kemungkinan besar tidak mencukupi untuk membiayai partisipasi di Pilkada. Mengingat, setiap calon diwajibkan menyampaikan laporan harta kekayaan dan dana yang dihabiskan selama berkontes di Pilkada.

Hasilnya, lebih dari 70 persen calon kepala daerah mengaku didukung oleh sponsor pada Pilkada 2015. Lalu meningkat hingga 82 persen pada Pilkada 2017 dan 2018. Sebagai timbal balik, kata Pahala, para sponsor meminta imbalan kepada calon kepala daerah jika memenangkan Pilkada.

“Jadi sekali lagi konstruksinya bahwa mereka butuh sponsor, sponsor minta janji, dan mereka janji, kalau terpilih janji akan dipenuhi,” kata Pahala.

Ia membeberkan, para sponsor tersebut secara spesifik merupakan ASN yang menjabat di pemerintahan daerah atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Menurut hasil wawancara, jabatan para ASN beragam. Mulai dari kepala dinas, kepala badan, ataupun eselon II lainnya yang berpotensi memobilisasi pendanaan bagi para calon.

 

“Dan mereka minta supaya mereka entah naik jabatan atau jabatannya di kepala dinas yang bergengsi dan itu terkonfirmasi dari awalnya hanya 60 persen tapi di pilkada terakhir 2018 sudah 81 persen,” ucap Pahala.

Pahala mencurigai ada upaya balas jasa dari kepala daerah kepada ASN yang ikut memobilisasi dana saat pilkada. Dari survei ini, kata Pahala, diketahui bahwa pelanggaran netralitas ASN itu sangat mengkhawartirkan.

Ia menyampaikan, saat ini yang luput dari sistem pengawasan netralitas ASN adalah pemberian sanksi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang tidak menindaklanjuti rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Ia beranggapan, perlu mekanisme pemberian sanksi bagi PPK yang tidak menindaklanjuti rekomendasi dari KASN. Pemberian sanksi bagi PPK ini akan memperkuat sistem pengawasan netralitas ASN kedepannya

“Dalam penguatan pengawasan netralitas ASN, kita luput bahwa perlu memberikan sanksi bagi PPK yang tidak melaksanakan rekomendasi dari KASN dalam hal pelanggaran netralitas ASN maupun hal lainnya yang berkaitan dengan tupoksinya,” ungkap Pahala.

Ketua KASN Agus Pramusinto memaparkan data terkait ASN yang melanggar netralitas. KASN mencatat per 31 Juli 2020 terdapat 456 ASN yang dilaporkan melanggar netralitas.

Dari jumlah tersebut, baru sekitar 54,9 persen yang ditindaklanjuti sanksinya oleh PPK. Agus menyampaikan, pengawasan netralitas ASN selama ini terkendala pada penjatuhan sanksi oleh PPK yang masih tebang pilih.

Dia mengatakan berdasarkan aturan yang ada rekomendasi dari KASN atas pelanggaran netralitas ASN diteruskan kepada PPK yang dijabat oleh Menteri, Kepala Badan, Gubernur, Bupati maupun Walikota untuk ditindaklanjuti.

“Penjatuhan sanksi yang masih tebang pilih dan terkesan ditunda-tunda oleh PPK menjadi kendala dalam penegakan netralitas ASN, terbukti hingga saat ini baru sekitar 54,9 persen rekomendasi KASN yang sudah ditindaklnajuti oleh PPK,” jelas Agus. (riz/gw/fin)


Sumber: WWW.FAJAR.CO.ID

Berita Terkait



add images