iklan Ilustrasi: Syaiful Amri
Ilustrasi: Syaiful Amri

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Publikasi data dinilai sangat penting. Terutama terkait COVID-19. Data yang boleh disampaikan ke masyarakat harus berupa keputusan. Sehingga ada dasar hukumnya. Bukan data yang belum sinkron dan membuat publik panik.

“Terkait data-data, perlu disinkronkan lebih dulu. Setelah itu, baru disampaikan ke publik. Namun, yang sudah diputuskan. Artinya keputusan tersebut sudah ada dasar hukumnya. Sehingga bisa dipertanggungjawabkan,” tegas Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartanto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (14/9).

Upaya penanganan Corona harus dikoordinasikan antar kepala daerah terkait. Termasuk keputusan PSBB ketat Provinsi DKI Jakarta. “Dilakukan rapat koordinasi antara pemda Jabodetabek, Gubernur Banten, Gubernur DKI, dan Gubernur Jawa Barat. Ini sebagai sinkronisasi dari langkah-langkah yang dilaksanakan,” imbuhnya.

Dia menegaskan PSBB di DKI Jakarta tidak pernah dihentikan. “Sebetulnya yang namanya PSBB tidak pernah distop. Kebijakan ini terus berjalan. Sudah disampaikan perlu koordinasi untuk pengambilan keputusan. Apalagi menyangkut berbagai hal. Terutama kesehatan masyarakat,” paparnya.

Hal senada disampaikan Ketua Satgas COVID-19, Letjen TNI Doni Monardo. Dia menegaskan pemerintah pusat selalu menjaga hubungan baik dengan pemda terkait kebijakan. Satgas terlibat dalam penyusunan peraturan gubernur atau Pergub PSBB ketat Jakarta. “Saat terbitnya Pergub DKI, Satgas melalui ketua tim pakar Profesor Wiku ikut dilibatkan dalam proses penyusunan pergub,” jelas Doni.

Mantan Danjen Kopassus ini juga menjelaskan soal okupansi tempat tidur di rumah sakit rujukan COVID-19. Doni menyebut pada akhir Juli lalu sudah mengingatkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal tren peningkatan okupansi tempat tidur rumah sakit di DKI Jakarta.

“Sejak tanggal 23 Juli yang lalu, saya sudah menyampaikan kepada Gubernur DKI tentang tren peningkatan bed occupancy rate di wilayah Jakarta. Ada 67 RS rujukan COVID,” terang Doni.

Dari 67 rumah sakit rujukan COVID tersebut, 20 di antaranya memang okupansi tempat tidur di ICU-nya penuh. Namun, masih ada 47 rumah sakit lain yang tersedia. “Ada 20 yang memang penuh 100 persen. Tetapi masih ada 47 rumah sakit COVID lainnya. Dimana ruang ICU-nya masih cukup longgar,” imbuh mantan Pangdam III/Siliwangi ini.

Selain itu, lanjutnya, Kemenkes telah menambah kapasitas ruang ICU di rumah sakit milik pemerintah dan BUMN. Setidaknya, ada 40 rumah sakit yang kapasitas ICU-nya ditambah. “Jadi kekhawatiran bahwa pada 17 September 2020 yang akan datang itu rumah sakit penuh semua, bisa kita atasi dengan baik,” tutur Doni.

Saat ini, pemerintah telah menyiapkan ruang isolasi di Rumah Sakit Darurat (RSD) COVID-19 Wisma Atlet. Di sana masih ada ribuan kamar yang kosong. “Pemerintah juga telah menyiapkan dukungan kepada daerah yang kasusnya tinggi agar bisa memanfaatkan hotel. Kami sudah bekerja sama dengan puskes TNI dan Mabes TNI untuk bekerja sama dengan hotel yang selama ini menerima WNI yang pulang dari luar negeri,” ucapnya.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memprediksi tempat tidur isolasi Corona akan penuh pada 17 September nanti. Situasi tersebut disebabkan oleh peningkatan jumlah kasus COVID-19 yang terjadi sejak pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi.(rh/fin)


Sumber: WWW.FIN.CO.ID

Berita Terkait



add images