iklan Pemilih menunjukan kertas surat suara saat pelaksanaan simulasi pemungutan suara dengan protokol kesehatan pecegahan dan pengendalian COVID-19 pada Pilkada serentak 2020 di TPS Lapangan PTPN Cilenggang, Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan, (14/9). Simulasi pemungutan suara dengan protokol kesehatan pecegahan dan pengendalian COVID-19 tersebut guna memberikan pembelajaran kepada pemilih dalam pelaksanaan pemungutan suara Pilkada serentak 2020 di tengah pandemi COVID-19 yang akan berlangsung pada 9 Desember 2020 mendatang. FOTO: FAISAL R. SYAM / FAJAR INDONESIA NETWORK.
Pemilih menunjukan kertas surat suara saat pelaksanaan simulasi pemungutan suara dengan protokol kesehatan pecegahan dan pengendalian COVID-19 pada Pilkada serentak 2020 di TPS Lapangan PTPN Cilenggang, Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan, (14/9). Simulasi pemungutan suara dengan protokol kesehatan pecegahan dan pengendalian COVID-19 tersebut guna memberikan pembelajaran kepada pemilih dalam pelaksanaan pemungutan suara Pilkada serentak 2020 di tengah pandemi COVID-19 yang akan berlangsung pada 9 Desember 2020 mendatang. FOTO: FAISAL R. SYAM / FAJAR INDONESIA NETWORK.

JAMBIUPDATE.CO,JAKARTA – Pemerintah tetap melanjutkan Pilkada Serentak 2020. Meski begitu, seruan penundaan masih juga terus bergulir. Selain berpotensi menimbulkan klaster baru, melaksanakan Pilkada di tengah pandemi COVID-19, berpeluang menggerus kualitas pilkada.

“Pemerintah semestinya menunda pelaksanaan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 mendatang. Karena pandemi Corona hingga kini masih terjadi di Indonesia dan di sejumlah negara di dunia,” kata politisi PKS, Mardani Ali Sera di Jakarta, Kamis (24/9).

Anggota Komisi II DPR RI ini menjelaskan tendesi yang dibangun bahwa Pilkada harus tetap dijalankan, dinilai patut disayangkan. Sebab, mahalnya biaya pilkada tidak sebanding dengan kualitas yang dihasilkan.

Dia menyebut beberapa alasan agar Pilkada Serentak ditunda. “Pertama banyaknya sarana kampanye yang hilang. Seperti kegiatan sosial, kebudayaan, maupun olahraga yang mengumpulkan banyak warga. Padahal salah satu faktor utama pemilih ingin ke TPS karena tertarik pada kandidat,” jelas Mardani.

Ketertarikan itu, lanjut Mardani, muncul setelah paslon menghadiri sosialisasi maupun kampanye yang dilakukan secara langsung. Padahal di tengah pandemi COVID-19, hal tersebut sulit dilakukan secara maksimal. “Rencana kampanye secara daring kurang efektif. Terlebih pada beberapa wilayah yang tidak memiliki akses jaringan internet memadai,” terangnya.

Mardani juga menyoroti menerapkan protokol kesehatan secara ketat. “Kita melihat peristiwa tanggal 4-6 September yang lalu. Saat itu, pendaftaran paslon ke KPUD. Protokol kesehatan tidak diindahkan. Lalu protokol ketat yang dimaksud seperti apa. Ini perlu didetailkan,” tegasnya.

Dengan begitu, ada potensi turunnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada 2020. Padahal, partisipasi publik menjadi salah satu syarat suksesnya Pilkada.“Ini justru bisa menimbulkan potensi kecurangan dalam pilkada. Seperti potensi manipulasi suara, penyalahgunaan kertas suara. Bahkan meningkatnya potensi politik uang di masyarakat,” tandas Wakil Ketua BKSAP DPR RI ini.

Dia juga mewanti-wanti jangan sampai memaksakan pilkada, tapi tidak memperhatikan kualitasnya. “Hasil pilkada akan dirasakan dalam jangka waktu yang panjang oleh masyarakat. Ini yang perlu diperhatikan,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta pemerintah daerah dan Polda menggunakan wewenangnya. Salah satunya untuk melarang semua kegiatan pengerahan serta pengumpulan massa saat kampanye Pilkada Serentak 2020.

Larangan itu termasuk dengan tidak menerbitkan izin konser musik di ruang publik. Darurat COVID -19 menjadi alasan masuk akal untuk tidak menerbitkan izin pengumpulan massa.

“Kegiatan kampanye dengan mengerahkan massa, menyelenggarakan konser musik, pentas seni dan budaya di ruang publik berpotensi melanggar protokol kesehatan. Karena itu harus dilarang,” tegas Bamsoet di Jakarta, Kamis (24/9).

Terpisah, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Benni Irwan mengatakan, para kontestan, partai politik, dan tim sukses dalam Pilkada tidak diperbolehkan melakukan kampanye dalam bentuk rapat umum.

Menurut Benni, ketentuan itu diatur secara tegas melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020. “Rapat umum dilarang, dengan demikian kampanye via daring atau online mesti didorong,” ujar Benni.

Bagi daerah yang tidak bisa mengakses, dapat memanfaat pertemuan terbatas. Yaitu pertemuan tatap muka dan dialog. Hal itu dapat dilakukan dalam ruangan atau gedung dengan mengikuti ketentuan protokol kesehatan COVID-19. (khf/rh/fin)


Sumber: WWW.FIN.CO.ID

Berita Terkait



add images