iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (FAISAL R. SYAM / FAJAR INDONESIA NETWORK)

“Karena yang pasti, daftar aplikasi yang ada sekarang ini bukan harga mati. Kami akan terus mengupdate,” imbuhnya

Dapat disampaikan, Kemendikbud telah menentukan 19 aplikasi pembelajaran yang telah bekerja sama dan dapat diakses menggunakan subsidi kuota belajar.

Menanggapi hal itu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengkritisi adanya sejumlah aplikasi yang terdaftar di kuota belajar tidak populer digunakan dalam melaksanakan pembelajaran daring selama ini. Pihaknya meragukan kredibilitas lima di antara 19 aplikasi tersebut.

“Kami telah menelusuri aplikasi tersebut. Setidaknya kata Fahriza, dari 19 aplikasi yang ditawarkan, terdapat lima aplikasi yang diragukan kemampuannya,” kata Wakil Sekretaris Jenderal FSGI, Fahriza Tanjung.

Kecurigaan pertamanya tertuju pada aplikasi Aminin yang berfokus pada materi pembelajaran agama Islam. Berdasarkan data Google Playstore per tanggal 26 September 2020, aplikasi itu baru diunduh sebanyak 1.000 kali.

Aplikasi yang berikutnya ialah AyoBelajar. Fahriza mengaku heran, karena aplikasi tersebut baru diunduh 5.000 kali, namun telah dipercaya oleh Kemendikbud untuk memfasilitasi pembelajaran daring.

“Lalu, Birru ini tidak jelas ya, baru 100 kali di-download, artinya ketika penentuan aplikasi ini menjadi aplikasi yang ada dalam kuota belajar, aplikasi ini baru dibangun, patut dipertanyakan kenapa aplikasi yang baru dibangun itu bisa masuk dalam kuota belajar,” terangnya.

Kemudian, lanjut Fahriza, ada Eduka yang baru diunduh 1.000 kali. Parahnya, aplikasi berbasis soal ujian itu terakhir diperbaharui pada 19 Oktober 2019.

“Hampir setahun yang lalu (di-update), Ganeca Digital juga begitu yang hanya di-download 1.000 kali. Dari 19 aplikasi yang ada itu, kami melihat ada beberapa aplikasi yang kapasitas dan kredibilitasnya patut diragukan, ini kan berpotensi sia-sia jika aplikasi ini dimasukkan dalam kuota belajar,” tuturnya.

Pihaknya semakin heran, ketika aplikasi sekelas Kelas Pintar dan Brainlymalah tidak masuk daftar fasilitas untuk dapat diakses melalui kuota belajar. Pasalnya dua aplikasi itu sudah diunduh hingga satu juta kali.

“Kami juga menelusuri dan membandingkan, Kelas Pintar sudah satu juta kali di-download, ini sudah masuk aplikasi pembelajaran Kemendikbud, tapi pada kuota belajar tidak dimasukkan. Lalu brainly juga, kenapa enggak dimasukkan,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Di dalam petunjuk teknis yang dikeluarkan Kemendikbud beberapa waktu lalu, seluruh siswa, guru, mahasiswa, dan dosen yang terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) akan mendapatkan bantuan paket data internet dengan dibagi ke dalam dua jenis kuota yakni umum dan belajar.

Kuota umum adalah kuota yang dapat digunakan untuk mengakses seluruh laman dan aplikasi. Sementara kuota belajar adalah kuota yang hanya dapat digunakan untuk mengakses laman dan aplikasi pembelajaran, dengan daftar yang tercantum pada http:kuota-belajar.kemdikbud.go.id.

Paket kuota internet untuk peserta didik PAUD mendapatkan 20 GB per bulan dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 15 GB. Peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 35 GB per bulan dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 30 GB.

Sementara itu paket kuota internet untuk pendidik pada PAUD dan jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 42 GB per bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan 37 GB kuota belajar. Paket kuota internet untuk mahasiswa dan dosen mendapatkan 50 GB per bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan 45 GB kuota belajar. (der/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images