Oleh: Dahlan Iskan
“Mencla-mencle,” kata yang sinis.
“Fleksibel,” kata yang memuji.
Ada lagi.
“Kaku,” kata yang sinis.
“Tegas,” kata yang bersimpati.
Cukup dulu.
Terlalu banyak contoh: satu objek bisa digoreng ke arah mana pun –sampai ada yang melucu, itulah yang membuat harga minyak goreng meroket belakangan ini.
Beda dengan PPKM level 3 akhir tahun ini. Yang sudah dibatalkan itu. Lalu disempurnakan lagi itu. Tidak ada yang menilai itu sebagai mencla-mencle. Hampir semua mendukung: bagus, sudah tepat, terima kasih.
Kita rupanya memang harus biasa membedakan mana janji dan mana program. Janji harus ditepati. Program bisa berubah mendadak.
Biasa membedakan mana janji dan mana program bisa sedikit mengurangi kebisingan politik. Tidak semua yang tidak jadi dilaksanakan dikecam sebagai ingkar janji.
Mengapa tidak ada penilaian mencla-mencle di PPKM 3 akhir tahun?
Sebuah program tentu didasarkan pada asumsi. Asumsi bersandar pada data atau hipotesis.
Data menunjukkan: setiap liburan serentak, menyebabkan naiknya kasus Covid-19. Data juga menunjukkan munculnya varian baru: Omicron. Dua-duanya menyatu di akhir tahun ini.
Maka wajar kalau diprogramkan PPKM 3 di liburan akhir tahun.
Tapi tiga minggu setelah lahirnya Omicron ternyata dunia baik-baik saja. Memang, di Afrika Selatan –awal ditemukannya Omicron– terjadi kenaikan kasus secara drastis. Dari awal bulan lalu 2.000 sehari, menjadi 4000, 8000, 12.000, turun sedikit, dan menjadi 18.000 dua hari lalu. Tapi jumlah kematian akibat Omicron tetap kecil.
Itulah sebabnya saya suka dengan logika yang dikemukakan peneliti virus Protokol Rakyat: sepanjang namanya masih Covid-19, varian apa pun, tingkat kematiannya tetap sekitar 2 persen.
Itu sudah terbukti. Lalu menjadi data baru.
Di Indonesia, Anda sudah tahu, ada juga berita kedatangan Omicron di sini. Tapi tidak sampai membuat heboh.
Maka diputuskanlah: PPKM level 3 dibatalkan. Lalu disusul keputusan baru: disesuaikan dengan kondisi es-es –”sesaat setempat”.
Semua lega.
Tiba-tiba saja perpecahan di NU berakhir. Yang awalnya gegeran menjadi ger-ger-an. Pertengkaran pun berakhir: Muktamar ke 34 tetap seperti rencana semula: 23 sampai 25 Desember 2021. Tetap pula di Lampung.
Kubu yang ngotot minta dimajukan ke 17 Desember seperti kertas kena cendol. Kubu yang minta dimundurkan ibarat benang kena dawet.
Selamat bermuktamar tanpa kena PPKM.
Inul Daratista juga tidak jadi sewot. Dia sudah telanjur kirim WA panjang ke saya: curhat mengenai nasib 100 lebih karaoke keluarga miliknyi. Yang baru sebulan lalu boleh dibuka.
Dengan protokol kesehatan karaoke yang khas Inul: begitu masuk tidak boleh keluar masuk.
Inul punya lebih 2.000 karyawan. Semua harus hidup. Baru saja mereka terasa bisa bernapas lagi. Setelah lebih satu tahun kehilangan pekerjaan.
Saya menjadi sering bertemu Inul. Terutama setelah tahu bahwa resto Korean food, Yongdaeri, itu ternyata miliknyi. Yang di dekat rumah saya di SCBD Jakarta itu. Masih empat lokasi lagi Korean food yang dimilikinyi.
Super Air Jet juga akan terus take off. Di tengah kesulitan Garuda dan Air Asia, Lion Group justru meluncurkan perusahaan penerbangan baru: Super Air Jet.
Dalam sekejap sudah punya delapan rute. Dan akan bertambah terus: sampai 40 rute. Pangsa pasarnya: anak muda millennial –meski teman saya yang mulai tua juga mencobanya.
Rupanya pangsa pasar Citilink dan Air Asia akan direbutnya. Lihatlah seragam dan penampilan pramugarinya: sangat masa kini.
Bali sudah pasti horeee. Apalagi, sampai sekarang ini belum juga ada penerbangan asing yang membawa turis ke Bali. Padahal sudah dua bulan dibuka untuk mereka.
Sampai-sampai ada usul unik untuk Bali: bubble management. Khususnya untuk turis yang terkoordinasi dalam satu grup.