Oleh : Dahlan Iskan
PERANG bisa meledak besok. Atau lusa. Di Ukraina. Atau kapan saja. Sewaktu-waktu.
Itulah kesimpulan pemerintah Amerika Serikat –berdasarkan data intelijennya. Juga dari intelijen Eropa. Dan NATO.
Dasarnya: Rusia sudah menempatkan ratusan ribu pasukan di perbatasan. Juga peralatan perang. Amerika sudah pula menyerukan agar warganya meninggalkan Ukraina. Agar tidak terjebak perang di situ.
Sepertinya gawat sekali. Kegentingan itu tersiar luas tepat waktu: menjelang kedatangan kanselir baru Jerman ke Washington DC: Olaf Scholz. Itulah kali pertama pengganti Angela Merkel itu bertemu Presiden Joe Biden.
Apakah Scholz terpengaruh? Lalu terbakar emosinya untuk memihak Ukraina dan membenci Rusia?
Kelihatannya tidak. Scholz punya prinsip sama dengan Merkel: tidak mau ikut perang. Scholz juga sama dengan Merkel: mendahulukan kepentingan Jerman di atas segala-galanya.
Jerman memang lagi punya proyek strategis dengan Rusia: pipa gas lewat bawah laut sepanjang 1.222 Km. Dengan pipa itu Jerman mendapat pasok gas dari Rusia secara langsung. Itu akan menggerakkan ekonomi Jerman tanpa ancaman apa pun.
Itulah pipa gas yang disebut Nord Stream. Lalu dibangun lagi pipa gas yang kedua di dekatnya. Disebut Nord Stream 2. Panjangnya kurang lebih sama.
Baik yang pertama maupun yang kedua, sama-sama terdiri dari dua pipa. Berarti ada empat pipa yang kini membentang langsung antara daratan Rusia dan daratan Jerman bagian utara.
Pipa itu sangat besar. Yakni 49 inci. Tebal bajanya 38 mm. Yang bisa mengalirkan gas 55 miliar m3 per tahun. Kali dua. Betapa besarnya.
Proyek pertama sudah beroperasi. Tahun lalu. Nord Stream 2 akan beroperasi akhir tahun ini: mestinya. Dari dua proyek ini saja Amerika bisa menghitung: betapa tambah kuat keuangan Rusia –musuh lamanya.
Jerman sendiri sebenarnya sudah dapat pasokan gas dari Rusia secara tidak langsung: lewat negara lain. Ada lima pipa gas Rusia yang melintasi daratan Ukraina. Tiga di antaranya bermuara di Rumania, Slovakia, Hongaria, dan Austria. Dari negara-negara itu mengalir ke Jerman.
Tentu jaringan gas seperti itu tidak aman bagi Jerman. Maka Jerman berkepentingan memiliki jaringan pipa gas langsung dari daratannya ke daratan Rusia.
Memang pipa Nord Stream 1 dan 2 juga melewati empat negara lain. Tapi bukan di daratannya. Laut yang dilewati itu ada yang milik Rusia, Finlandia, Swedia, dan Denmark. Tapi tidak akan ada ancaman, karena posisinya yang di laut dalam.
Yang penting 4 negara itu sudah memberikan izin. Empat negara itu tidak seperti Desa Wadas yang tidak dapat bagian proyek. Dari proyek senilai USD 10 miliar ini, sebagian masuk ke empat negara itu.
Amerika tentu sewot terhadap Jerman. Amerika tidak setuju dengan proyek itu. Penentangan terhadap Nord Stream 1 dan 2 luar biasa. Termasuk di isu lingkungan. Tapi Jerman jalan terus. Didukung 4 negara di utaranya.
Ukraina sendiri sangat tergantung pada gas Rusia. Sejak dulu. Sejak Ukraina masih menjadi bagian Uni Soviet. Ukraina tidak punya sumber gas sendiri. Lima jaringan pipa Rusia di Ukraina itu pun dibangun ketika negara itu masih belum merdeka.
Sebenarnya Rusia mudah saja kalau mau menghajar Ukraina: matikan pipa gasnya.
Dulu, langkah seperti itu tidak mungkin. Sebentar lagi menjadi mungkin. Yakni kalau Nord Stream 1 dan 2 sudah sama-sama beroperasi penuh.
Dari Nord Stream itu gas memang masuk ke Jerman. Tapi dari Jerman bisa dialirkan ke mana saja di Eropa. Termasuk ke negara-negara yang selama ini mendapat gas Rusia dari arah Ukraina.
Walhasil Ukraina tidak akan bisa jadi ''adik nakal'' pada Rusia.
Selama ini, sejak merdeka dari Rusia, Ukraina dianggap terlalu genit.