iklan

SUKU Melayu Timur merupakan salah satu suku tertua di Provinsi Jambi dan juga di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim). Sampai saat ini masih ada peninggalan-peninggalan nenek moyang dari perjuangan melawan penjajah dahulu yang tersimpan dengan baik oleh pewaris, diantaranya seperti senjata-senjata pusaka.

MAULANA,  Tanjung Jabung Timur

Di Kabupaten Tanjabtim, masyarakat Suku Melayu Timur lebih dominan berdomisili di wilayah pesisir pantai, seperti di Kecamatan Mendahara, Kuala Jambi, Muara Sabak Timur dan Nipah Panjang. Di samping adat istiadat yang masih kental, benda atau senjata pusaka saat ini juga masih tersimpan dengan rapi.

Senjata-senjata pusaka itu pun sampai saat ini masih banyak terdengar keberadaannya. Tak jarang juga masyarakat biasa masih ada yang menyimpannya secara turun temurun. Seperti yang sangat familiar terdengar itu senjata pusaka Kampil dan Sundang.

Seperti yang dikatakan Muhammad Raja, salah satu Tokoh Masyarakat Melayu Timur yang tinggal di Kecamatan Muara Sabak Timur. Menurutnya, bentuk senjata Kampil dan Sundang itu sangat jauh berbeda ukuran dan bentuknya. Bentuk dari Kampil sendiri seperti golok namun sedikit lebih besar dan ukurannya lebih panjang.  Tanduk kecil pada bagian punggung diujung mata senjata menjadi ciri khasnya.

"Kemudian pada gagang Kampil terdapat ukiran khas, seperti cabang dan memiliki bulu halus sebagai ornamen," katanya.

Sementara, senjata Sundang cukup jauh berbeda dengan senjata Kampil. Untuk ukurannya saja lebih kecil dan pendek, memiliki dua sisi mata yang sama kiri dan kanan serta ujung senjata yang tajam seperti tombak. Sedangkan pada bagian gagang menyerupai senjata golok dengan ukiran berbentuk kepala burung.

"Ada juga bagian cincin gagangnya terdapat bentuk yang menyerupai sirip senjata keris," ungkapnya.

Selain Dua senjata itu, juga ada senjata lainnya yang cukup tersohor pada zamannya, seperti Cenangkas, Tabas, Seeken, keris dan tombak. Hanya saja, beberapa senjata lainnya dirahasiakan. Sebab, tidak orang sembarang yang bisa memegang senjata pusaka melayu tersebut, seperti halnya orang dengan garis keturunan saja.

"Beberapa senjata tersebut sudah ada sejak tahun 1940 an yang ada di Kecamatan Muara Sabak Timur atau nama lainnya dikenal dengan Nagari Pasirah," terangnya.

Untuk senjata Cenangkas ini memiliki beberapa mata seperti tanduk di bagian siripnya, lebih mirip seperti golok dan gagang yang menyerupai gagang parang. Sementara senjata Tabas adalah senjata yang cukup besar dan lebar dengan berat 1,5 Kg.

"Gagang atau ulu Tabas ini berbentuk panjang dan harus menggunakan Dua tangan memegangnya. Kenapa ukurannya besar dan berat, karena ukuran dan bahannya menyesuaikan dengan pemiliknya. Untuk keberadaannya saja tidak bisa lagi ditemukan," sebutnya.

"Kalau senjata jenis Seeken sekilas menyerupai pisau badik, dan memiliki rupa dan ulu gagang yang bervariasi. Sementara untuk Dua pusaka lainnya tombak dan keris sama seperti senjata dengan jenis yang sama pada umumnya," sambungnya.

Peninggalan senjata pusaka nenek moyang dari suku Melayu Timur ini, sengaja tidak dimuseumkan sebagai senjata pusaka sejarah. Hal itu dilakukan karena ada beberapa pertimbangan, terutama terkait dengan keamanan.

"Jadi para pewaris senjata-senjata tersebut takut jika diburu oleh kolektor benda sejarah. Karena menurut mereka senjata pusaka itu lebih aman jika berada di tangannya," tutur Muhammad Akhyar salah satu Tokoh Pemuda di Desa Teluk Majelis, Kecamatan Kuala Jambi.

Dia menambahkan, untuk senjata Melayu Jambi ini sebenarnya cukup banyak jenisnya. Tapi senjata-senjata tadi yang lebih sering terdengar dari senjata Melayu yang lainnya.

"Tidak semua senjata bisa dilihat setiap saat dan secara langsung. Ada juga senjata pusaka itu bisa dilihat dengan waktu tertentu saja dan izin dari pewarisnya," tandasnya.(*)


Berita Terkait



add images