iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

Berangkatlah Rasulullah ke Syam bersama Maisarah untuk membawa dan menjual barang dagangan Khadijah.

Menikah dengan Khadijah Setelah sekian lama berdagang di negeri Syam, Rasulullah kembali ke Mekkah dengan membawa keuntungan yang berlimpah.

Melihat hal tersebut semakin kagumlah Khadijah dengan kepribadian Rasulullah, apalagi setelah Maisarah menceritakan tentang keluhuran budi, kejujuran dan kecerdasannya yang dia saksikan selama menemaninya dalam perjalanan.

Khadijah seperti mendapatkan sesuatu yang selama ini dicari-carinya. Karena sebagai wanita kaya raya dan terhormat, sudah banyak tokoh dan pemimpin-pemimpin suku yang berusaha melamarnya, namun belum ada yang dia terima.

Akhirnya masalah tersebut segera dia sampaikan kepada sahabatnya, Nafisah binti Maniah.

Tanpa menunggu lama, Nafisah segera menemui Rasulullah dan memohon agar Rasulullah bersedia menikahi Khadijah.

Rasulullah setuju, segera dia beritahu paman-pamannya, lalu paman-pamannya segera menemui paman Khadijah dan melamarnya untuk Rasulullah.

Setelah itu terlaksana lah akad pernikahan yang dihadiri oleh Bani Hasyim dan pemimpin suku Mudhar. Saat itu, Rasulullah berusia 25 tahun, dan Khadijah berusia 40 tahun.

Pada saat Rasulullah berusia 35 tahun, kaum Quraisy sepakat memugar bangunan Ka’bah yang sudah lapuk di sana sini karena termakan usia.

Karena kedudukan Ka’bah yang sangat agung di mata masyarakat Quraisy, mereka sepakat agar biaya pemugarannya hanya diambil dari harta yang halal. Mereka menolak biaya yang bersumber dari pelacuran, riba dan hasil menzalimi orang lain.

Pada awalnya, bangunan Ka’bah yang lama diruntuhkan. Kemudian setelah itu, mereka mulai membagikan pembangunan Ka’bah berdasarkan suku masing-masing sehingga setiap mereka telah ditetapkan bagian mana yang akan dibangun.

Ketika pembangunan sampai pada posisi Hajar Aswad, terjadilah pertikaian antar mereka tentang siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad pada posisi semula. Semua berkeinginan melakukannya karena kemuliaan Hajar Aswad bagi mereka.

Pertentangan terus terjadi dan semakin membesar hingga nyaris terjadi pertumpahan darah di Masjidil Haram. Namun akhirnya Abu Umayyah bin Mughiroh al-Makhzumi menawarkan usulan agar keputusannya diserahkan kepada orang pertama yang masuk mesjid dari pintunya. Merekapun setuju.

Atas kehendak Allah jualah, kalau ternyata yang pertama kali masuk adalah Rasulullah. Segera saja mereka berseru : “Itu alAmin, kami rela dia yang memutyskan, dia adalah Muhammad…”.

Lalu mereka menyampaikan duduk persoalannya kepada Rasulullah. Maka Rasulullah minta diambilkan selembar kain, lalu Hajar Aswad itu diletakkan di tengahnya dan dia meminta setiap mereka mengangkat kain.

Ketika posisi batu tersebut sudah berdekatan pada tempatnya, dia mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di tempat semula. Penyelesaian yang sangat tepat dan semua pihak puas menerimanya. (selfi/fajar)


Sumber: www.fajar.co.id

Berita Terkait



add images