"Contohnya, nomor lambung, kami mungkin sudah siap. Kemudian plat genap ganjil, sudah kami siapkan. Dengan memberikan kewenangan masyarakat memantau, dampaknya ada 30 lebih titik dimana sopir batubara terkena pungli di lapangan. Kemudian ada juga yang kemarin menggunakan stiker nomor lambung, sekarang tidak lagi. Setiap kebijakan, tidak dipraktekkan di lapangan," katanya.
Kemudian, lanjutnya, setiap rapat yang dilakukan, mereka merasa tidak pernah dilibatkan. Yang diundang rapat, hanya pengusaha dan transportir, dengan pembahasan yang sama setiap rapat.
"Kami sebagai perwakilan sopir, kami minta dalam kesempatan rapat, kami bisa memberikan masukan. Infra dalam bentuk fisik, kami tidak persoalkan. Kami malah dorong jalan khusus supaya cepat jadi. Kami usulkan infrastruktur aplikasi juga penting. Perusahaan setelah punya aplikasi, ada kuota berapa mobil yang bisa angkut batu bara. Kemudian yang punya aplikasi bisa angkut batubara. Sopir klik start ketika mau angkut, kemudian setelah selesai, diklik selesai. Depo langsung terpotong ketika klik selesai, tidak perlu repot ke perusahaan lagi. Karena, pengawasan secara manual, sulit. Karena padatnya aktifitas di jalan," katanya.
Dia juga mengatakan, meminta agar perusahaan tidak menjadi pemilik langsung angkutan batu bara. (aba)