JAMBIUPDATE.CO,JAMBI – Apakah Anda pernah menemukan label-label pada produk yang mengisyaratkan bahwa brand tersebut mendukung alam atau limbahnya dapat di daur ulang dan sebagainya. Pada kebanyakan kasus yang terjadi, mereka pada kenyataannya melakukan Greenwashing. Greenwashing adalah praktik di mana perusahaan atau organisasi membuat klaim palsu atau menyesatkan tentang praktik lingkungan mereka untuk mengelabui konsumen atau publik agar percaya bahwa mereka peduli terhadap lingkungan, padahal sebenarnya tidak.
Contoh-contoh greenwashing termasuk perusahaan yang mengklaim produk mereka "ramah lingkungan" tanpa dasar yang kuat untuk pernyataan tersebut, atau perusahaan yang menggunakan gambaran alam atau simbol-simbol hijau tanpa melakukan tindakan nyata untuk menjaga lingkungan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan citra perusahaan dan penjualan dengan memanfaatkan minat masyarakat terhadap masalah lingkungan.
Mungkin Anda familiar dengan brand Coca-Cola, Nestle dan PepsiCo, tetapi fakta yang mengejutkan yaitu bahwa "Perusahaan Coca-Cola, PepsiCo dan Nestlé menduduki peringkat sebagai pencemar plastik terbesar di dunia selama 3 tahun berturut-turut menurut laporan Break Free From Plastic “BRANDED Vol III: Demanding Corporate Accountability for Plastic Pollution” yang dirilis tahun 2020, dalam konferensi pers virtual.
Brand atau perusahaan yang melakukan greenwashing seringkali memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat membantu mengidentifikasinya. Beberapa ciri-ciri umum brand yang melakukan greenwashing adalah:
1. Klaim samar atau ambigu: Brand mungkin membuat klaim umum atau samar tentang praktik lingkungan mereka tanpa memberikan detail konkret tentang apa yang mereka lakukan.
2. Fokus pada satu aspek kecil: Mereka menekankan satu tindakan atau produk yang "ramah lingkungan," sementara mengabaikan dampak negatif lainnya dari operasi mereka.
3. Penggunaan gambaran alam atau simbol hijau: Brand sering menggunakan gambaran alam, daun hijau, atau simbol hijau tanpa dukungan konkret dalam tindakan nyata yang berkelanjutan.
4. Klaim yang sulit diverifikasi: Klaim yang dibuat oleh brand sulit untuk diverifikasi secara independen atau tidak ada bukti yang bisa ditemukan tentang klaim tersebut.
5. Kecilnya perubahan nyata: Meskipun brand mungkin mengklaim perubahan besar dalam praktik mereka, kenyataannya perubahan tersebut tidak signifikan dalam hal dampak lingkungan.
6. Kurangnya transparansi: Brand tidak memberikan informasi yang jelas atau transparan tentang praktik lingkungan mereka atau tidak bersedia menjelaskan lebih lanjut ketika diminta.
7. Fokus pada branding daripada tindakan: Mereka lebih berfokus pada citra dan branding mereka sebagai perusahaan "hijau" daripada pada tindakan nyata yang berkelanjutan.
Mengidentifikasi ciri-ciri ini dapat membantu konsumen dan pemangku kepentingan lainnya untuk lebih berhati-hati dalam mengevaluasi klaim lingkungan yang dibuat oleh brand dan memastikan bahwa dukungan nyata untuk keberlanjutan ada di balik klaim tersebut.(Mg1)