iklan
“Dengan demikian, ketika Yang Mulia Anwar Usman terlibat dalam putusan 90, jelas-jelas hal itu menjadikan putusan a quo tidak memenuhi syarat formil dan menjadi tidak sah,” ujar Raziv. Konsekuensinya, dia berujar, perkara tersebut harus kembali diadili dengan komposisi hakim yang berbeda.

Selain itu, Raziv mengatakan permohonan uji formil yang diajukan pihaknya merupakan pelaksanaan amanat dari putusan sidang etik Majelis Kehormatan MK (MKMK) beberapa waktu lalu. “(Putusan MKMK) menyatakan pada pokoknya dalam hal terjadi pelanggaran terhadap Pasal 17 ayat 5 dan 6 UU Kekuasaan Kehakiman oleh hakim konstitusi, putusan tersebut tidak serta merta batal, melainkan harus dinyatakan tidak sah oleh pejabat atau lembaga yang berwenang,” ujar dia.

Para pemohon juga menilai melalui putusan batas usia capres-cawapres MK merupakan suatu bentuk upaya yang bertentangan dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Di antaranya, kata Raziv, adalah upaya membentuk kelembagaan dinasti politik yang bertentangan dengan Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 dan upaya merusak demokrasi bangsa yang bertentangan dengan Pasal 1 ayat 2 UUD 1945.

“Juga merusak sistem hukum tata negara sehingga bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, selain itu juga menghancurkan muruah kekuasaan kehakiman dalam menegakkan kepastian hukum yang adil sehingga bertentangan dengan Pasal 24 ayat 1 UUD 1945,” ujar dia. Selain itu, Raziv juga menyatakan Putusan 90 bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 karena menghilangkan jaminan perlindungan, kepastian, dan persamaan hukum. (*)


Sumber: tempo.co

Berita Terkait



add images