JAMBIUPDATE.CO, JAMBI- Terkait pemberitaan mengenai adanya seorang anggota Ditreskrimum Polda Jambi yang menjadi korban sabetan senjata tajam dari salah satu massa kericuhan eksekusi tanah dan bangunan di Selincah, Kota Jambi oleh Pengadilan Negeri Jambi, dibantah oleh Polresta Jambi.
Kapolresta Jambi, Kombes Pol Eko Wahyudi menegaskan, anggota Ditreskrimum Polda Jambi tersebut terluka bukan dikarenakan sabetan senjata tajam, melainkan terjatuh saat kericuhan sedang terjadi dan mengalami luka di bagian lutut.
"Kemungkinan karena benturan. Karena di lokasi banyak batu, atau terkena besi bukan terkena sabetan senjata tajam," ujarnya, Senin (18/12) sore.
Dikatakan Eko, saat kericuhan sedang terjadi, memang anggota Ditreskrimum Polda Jambi tersebut hampir dikeroyok oleh massa dari tergugat. Namun, tidak sampai terkena sabetan senjata tajam.
Menurut keterangan dokter kepada polisi, kaki anggota Ditreskrimum Polda Jambi tersebut memang bentuknya seperti luka sabetan senjata tajam, karena lukanya lurus seperti sabetan pisau.
"Memang anggota itu hampir dikeroyok, dia mengamankan di lokasi," katanya.
Saat ini, anggota Ditreskrimum Polda Jambi yang diketahui bernama IPDA Guntur tersebut tengah menjalani perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Jambi.
"Masih dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara, keadaan baik dan sadar," sebut Eko.
Eko menyampaikan, akibat dari kericuhan itu, Polresta Jambi mengamankan 4 orang yang terlibat dalam keributan. Saat ini peran keempat orang ini sedang didalami oleh Satreskrim Polresta Jambi.
"Empat orang masih didalami oleh Satreskrim, inisial ZZ, inisial AW, inisial I dan inisial MM, dua orang dari pihak tergugat inisial ZZ dan AW. Peran meraka masih diperiksa oleh Satreskrim," ungkapnya.
Selain itu, polisi juga menemukan senjata tajam yakni dua buah badik yang ditemukan dari dua orang yang ikut diamankan oleh pihak kepolisian. Namun, Kapolresta membantah adanya bom molotov saat kericuhan itu.
"Itu belum tentu bom molotov, memang kita menemukan 6 buah botol yang diduga di dalamnya ada BBM, tapi kita masih mendalami itu. Kalau bom molotov ada sumbunya, tapi ini tidak," bebernya.
Eko menyatakan, saat ini kondisi di lokasi eksekusi tanah dan bangunan itu sudah kondusif.
"Intinya situasi pasca eksekusi sekitar hari ini sudah kondusif," katanya.
Eko menjelaskan, kericuhan itu terjadi kemungkinan terjadi karena rasa kekecewaan tergugat Sabaruddin yang tidak terima dengan kekalahannya. Sebab lokasi eksekusi itu terdapat tanah seluas 1 hektar tanah dan 6 unit ruko di atasnya.
"Dia merasa kecewa karena dieksekusi dan di atasnya ada 6 ruko, sudah 3 kali melakukan upaya hukum tapi tetap kalah. Akibat kekecewaan itu mereka menghalang-halangi eksekusi," jelasnya. (raf)