Selain sebagai bentuk ketaatan dan kepedulian sosial, ibadah kurban memiliki beberapa makna mendalam lainnya yang dapat dimaknai secara spiritual, psikologis, dan bahkan sosiologis. Ibadah kurban bukan sekadar penyembelihan hewan, melainkan menyembelih sifat-sifat buruk dalam diri : ego, kesombongan, tamak, dan cinta dunia yang berlebihan. Dalam kehidupan Masyarakat Jambi yang dikenal beradat dan beragama, kurban menjadi momen menata niat dan memperkuat kesadaran diri untuk hidup lebih bersih hati. Kurban mengajarkan bahwa tiada keberhasilan tanpa pengorbanan. Seorang petani yang sukses harus berkorban tenaga dan waktu di sawah. Seorang pemimpin yang berhasil harus berkorban kenyamanan demi rakyat. Di Jambi, semangat pengorbanan ini hidup dalam budaya bergotong-royong, merawat ladang, memperbaiki jalan desa, dan mendirikan surau.
Kurban mengajarkan bahwa dalam setiap rezeki yang kita terima, ada hak orang lain yang harus disampaikan. Agar bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jambi, semangat kurban menjadi pengingat agar kita tak lupa berbagi dengan saudara-saudara kita yang belum seberuntung kita—baik di kota maupun di desa-desa terpencil. Melalui pembagian daging kurban, kita diajak untuk merasakan rasa bahagia. Orang kaya dan miskin sama-sama makan daging dalam hari yang sama. Ini adalah wujud keadilan sosial yang nyata, sesuatu yang sangat penting dalam membangun Provinsi Jambi yang inklusif dan harmonis.
Idul Adha bukan sekadar ritual. Ia adalah ajakan untuk menyucikan niat, memperkuat persatuan, dan memperluas manfaat di Jambi yang kita cintai ini, semoga semangat berkurban terus tumbuh dan menjadi Motivasi bagi masa depan yang lebih adil dan sejahtera. (*)
