SESUATU yang terkadang tak dianggap oleh sebagian orang, ternyata bernilai ekonomi basgi sebagian masyarakat. Hal ini yang dirasakan oleh Warga Tanjab Timur, pencari sumbun.
Secara geografis, Kelurahan Kampung Laut, Kecamatan Kuala Jambi Kabupaten Tanjabtim, berada tepat di muara sungai Batanghari. Kondisi ini menjadikan Kelurahan Kampung laut sebagai daerah pertemuan antara air sungai dengan air laut sekaligus pintu gerbang memasuki Jambi.
Kawasan pemukiman penduduk Kelurahan Kampung Laut memiliki keunikan tersendiri, karena didirikan diatas rawa atau daerah bakau. Rumah-rumah di Kelurahan Kampung Laut dibangun diatas ribuan batang pohon pinang sebagai penyangga.
Secara umum rumah penduduk terbuat dari kayu. Sebagian besar masyarakat Kampung Laut bermata pencaharian sebagai nelayan. Tak heran bila Kelurahan Kampung Laut merupakan salah satu pemasok ikan terbesar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jambi.
Hasil tangkapan nelayan Kampung Laut antara lain seperti udang ketak atau udang nenek dan jenis ikan lainnya. “Selain dijual, hasil tangkapan nelayan kampung laut juga diolah menjadi beberapa produk seperti ikan asin, kerupuk, penganan lainnya,” ujar Hendri Camat Kuala Jambi.
Bagi masyarakat Tanjabtim, daerah Kelurahan Kampung Laut juga dikenal sebagai daerah penghasil sumbun dan kerang. Sumbun merupakan salah satu keanekaragaman hayati yang ada di laut yang termasuk dalam jenis kerang-kerangan yang memiliki daging yang gurih dan lezat.
--batas--
Daging sumbun ini juga dipercaya memiliki khasiat yang tinggi untuk kesehatan dan sebagian orang meyakini sebagai obat kuat. “Untuk wilayah Sumatera, daerah penghasil sumbun ini ada dua tempat pertama di daerah Riau, dan kedua di daerah kita ini,” tambah Hendri lagi.
Populasi sumbun di Kelurahan Kampung Laut terdapat didaerah beting. Beting merupakan hamparan pantai yang berlumpur, selain itu sumbun juga tidak setiap waktu bisa tangkap dan diperoleh, melainkan ada musim-musim tertentu dan berada.“Biasanya itu pada bulan Mei, pada bulan itu masyarakat kami menggelar upacara tradisional mutik sumbun,” terangnya.
Keunikan dalam proses menangkap kerang ini adalah pengunaan papan selancar sebagai transportasi. Menurut Elok, salah seorang warga setempat, papan selancar itu dikenal dengan sebutan Tungkah. Dengan posisi posisi merangkak diatas papan, salah satu kaki menjadi alat pendorong agar papan selancar bisa berjalan. “Alat ini merupakan sarana untuk mencari lokasi induk kerang yang menjadi lokasi tempat berkumpulnya banyak kerang,” sebut Elok.
Adapun cara menangkap sumbun dilakukan dengan mengunakan alat berupa lidi dimana diujung lidi tersebut diberi kapur. Kemudian dimasukan ke dalam lubang sumbun. Tidak beberapa lama kemudian sumbunnya akan mabuk dan akan muncul keluar dari lubangnya sehingga dengan mudah dipungut oleh nelayan.
Lana, warga lainnya mengatakan, biasanya pada saat musim panen sumbun masyarakat beramai-ramai datang ke Beting untuk mencari sumbun, selain untuk konsumsi sendiri, sumbun-sumbun yang didapatkan sebagian juga dijual kepada penampung. “Dengan harga sekitar Rp 30 ribu per kilogram dan sekitar Rp 50 ribu jika sudah dijual ke luar daerah,” pungkas Lana. (*)
sumber: jambi ekspres