Keberadaan tanah perkebunan sawit milik Kwarda Gerakan Pramuka Jambi diklaim bukan punya negara.
Sebab, tanah negara bukan berarti tanah milik Negara. Dan tanah pencadangan tersebut tidak dapat disebut dalam pengertian Barang Milik Negara (BMN) dan Badan Milik Daerah (BMD). Ini lantaran atas tanah tersebut, Pemerintah Provinsi Jambi tidak pernah mengeluarkan uang untuk memperoleh tanah tersebut. Kemudian juga tidak diperoleh dari hibah dan undang-undang lainnya. "Tidak juga diperoleh dari keputusan pengadilan, dan tidak pernah ditetapkan sebagai BMN dan BMD," ujar penasehat hukum Sepdinal, Sahlan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jambi, Senin (3/3).
Seperti diketahui, pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi kemarin, kembali mengelar sidang, mantan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jambi, Sepdinal. Dia merupakan terdakwa dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana bagi hasil pengelolaan kebun sawit antara Kwarda Pramuka Jambi dengan PT Inti Indosawit Subur (IIS).
Penasehat hukum Sepdinal juga menyebutkan, dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait status tanah yang digunakan untuk kebun sawit keliru.
Anggapan JPU yang menyatakan dana bagi hasil tersebut harus diserahkan kepada negara tidak mempunyai alasan yang jelas. Karena tanah tersebut bukan milik negara, dan SK Gubernur No 346 tidak batal demi hukum.
--batas--
Dia tidak sependapat dakwaan jaksa bahwa tanah itu dikuasai negara. Sehingga uang yang ditransfer adalah milik negara, dan pengelolaan menggunakan sistem APBN. Dana bagi hasil 30 persen yang dikirim ke PT Inti Indosawit Subur, disebut milik kwarda.
"Jika ada penyimpangan, penyelesaian harus terlebih dahulu dilakukan melalui musyawarah Kwarda Pramuka," tutur Sahlan dalam penyampaiannya pada Senin 4/3 (kemarin,red).
Menurut Sahlan tanah 400 hektare yang dikerjasamakan kwarda dengan PT IIS untuk kebun sawit tidak pernah terdaftar dalam aset Pemprov Jambi. Selama ini tanah itu tidak pernah dilaporkan dalam barang milik daerah sesuai dengan laporan aset. Status tanah tersebut tidak termasuk tanah milik negara dan daerah, serta tidak digunakan APBN dan APBD dalam mengelolanya.
Dasar dakwaan jaksa, Peraturan Pemerintah Nomor 40/1996 yang menyatakan pencadangan tanah batal dengan sendirinya, tidak dapat diterapkan pada SK Gubernur Jambi Nomor 346/1992. Alasan Sarbaini karena PP ditetapkan setelah SK tersebut. "Tidak pernah dilaporkan dalam barang milik daerah atau negara sesuai dengan laporan aset," lanjut Sahlan.
Sarbaini meminta majelis menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum karena tidak jelas, cermat dan akurat, dan tidak sesuai dengan syarat formil dan materil. "Dakwaan harus batal demi hukum," tandasnya.
Perkara ini terkait kasus dugaan penyalahgunaan dana bagi hasil pengelolaan kebun sawit antara Kwarda Pramuka Jambi dengan PT Inti Indosawit Subur (IIS), yang dalam perjanjiannya 30 persen untuk Kwarda Pramuka dan sebelihnya untuk PT IIS. Berdasarkan audit keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pertahanan (BPKP) Jambi, ditemukan indikasi kerugian negara senilai Rp 1,5 miliar.
sumber: jambi ekspres