iklan BERBAGI ILMU: Rie alias Sri Lestari (TIGA DARI KIRI) bersama komunitas penulis pekerja migran di Hongkong dalam sebuah kegiatan bulan lalu.
BERBAGI ILMU: Rie alias Sri Lestari (TIGA DARI KIRI) bersama komunitas penulis pekerja migran di Hongkong dalam sebuah kegiatan bulan lalu.
Siapa pun bisa menjadi penulis. Tak terkecuali Sri Lestari. Melalui tulisan di blog, perempuan yang dengan bangga mengaku sebagai (maaf) babu itu berbagi kabar ke dunia. Dari sebuah loteng di dapur juragan, tulisannya selalu ditunggu ribuan follower dan fans blognya.

SUHU di Hongkong sedang tidak bersahabat akhir bulan lalu. Angin kencang dan temperatur 8 derajat Celsius cukup membuat tubuh menggigil saat beraktivitas di luar. Namun, keberhasilan menjumpai Sri Lestari di area luar Stasiun MRT Causeway Bay sejenak bisa melupakan dinginnya suhu.

Kebanggaannya mengalahkan saat sukses menemui pejabat. Sri yang seharusnya sedang berkutat dengan pekerjaan rumah tangga di rumah majikan rela menyisihkan waktu untuk menemui Jawa Pos.

Penampilan Rie, dia suka dipanggil demikian, yang lahir di Kampung Labak, Jiten, Blora, 11 November 1978, pagi itu tampak tak banyak berbeda dengan warga Hongkong lainnya. Baju hangat hitam dengan sepatu bot warna senada membuat penampilan Rie justru jauh berbeda dengan penampilan semua perempuan di desa kelahirannya di Blora sekarang.

"Kamu bikin aku seperti orang gila," ungkapan pertama yang jelas terdengar tak ramah, namun tak menghalangi kami berdua berbincang lebih akrab.  

Nama Rie, lengkapnya Rie Lestari, memang tak banyak dikenal di masyarakat umum. Namun, jika menyusuri blog-blog di internet (blog walking), nama Rie cukup populer. Dialah pemilik, pengisi, dan perawat situs Babu Ngeblog. Situs apa ini" Sebelum bertemu langsung dengan tuannya, ada penjelasan singkat dalam bentuk running text dalam bahasa Jawa, yakni blog wadul (blog curhat), blog rasan-rasan (blog gosip), dan blog umuk (blog ramai). Apa maksudnya?

Setelah menyeruput teh hangat di pojok restoran cepat saji, Rie dengan bersemangat menjelaskan, Babu Ngeblog adalah pernyataan dirinya. Apa pun yang dilihat, dipikir, dan dirasakan diungkapkannya lewat blog itu. Lewat Babu Ngeblog, Rie ingin dunia tahu bagaimana kehidupan seorang Sri Lestari, perempuan single dari pelosok Blora yang sedang berjuang hidup di megapolitan Hongkong. "Lewat blog, saya merasa ada," ujarnya mengakhiri penjelasan dengan kalimat yang senada dengan ungkapan terkenal Descartes, filsuf Prancis, Cogito ergo sum (Aku berpikir, maka aku ada).   

Ucapan, bahasa tubuh, dan sorot mata Rie memang menggugurkan semua pandangan umum tentang profesi babu (pekerja rumah tangga) yang penurut dan tidak banyak bicara. Rie pemberontak dan bicaranya sulit dihentikan. Rasanya semakin bersemangat untuk mengorek bagaimana seorang Rie ini dibentuk.

Seperti kondisi kebanyakan daerah di Blora pada akhir 1970-an, Rie lahir di daerah pegunungan kapur yang setiap kemarau kesulitan air. Di kampungnya tak banyak pilihan pekerjaan. Karena itu, hampir semua keluarga di kampungnya, termasuk orang tua Rie, menggantungkan hidup dari bertani dan mencari kayu bakar. Bahkan, karena keluarganya sudah kebanyakan anggota (lima bersaudara), Rie dititipkan ke bulik (tante).

Namun, Rie kecil punya hal istimewa yang membedakan dia dengan anak kampung lain seumurannya. Rie punya mimpi. Mimpi itu muncul karena dia begitu membenci rumah keluarga yang pengap dan tidak punya jendela. "Sejak SD kelas dua, saya suka membaca buku di perpustakaan. Saya selalu suka melihat rumah-rumah dan istana di buku yang banyak jendela," ungkap Rie mengenang masa kecilnya.

Nah, setiap pulang, Rie jengkel karena menjumpai dan tinggal di rumah yang tidak memiliki jendela. "Memang hampir semua rumah di kampung saya dulu hanya ada pintu depan dan belakang. Jarang yang ada jendelanya," jelas Rie. Bayang-bayang Rie tentang sebuah rumah besar dengan banyak jendela itulah yang mendorong dirinya merantau. "Karena bikin rumah seperti itu harus punya uang, saya pergi cari uang," sebutnya.

Semarang adalah tujuan pertama setelah Rie menamatkan pendidikan SMA di Blora. Dia memilih sekolah perhotelan karena menjanjikan lekas kerja. Baru semester dua, Rie muda sudah bekerja sampingan di sebuah restoran. Dari sinilah pengalaman melanglang buana dimulai.

Karena gaji di restoran sangat minim, Rie setiap hari memelototi iklan lowongan pekerjaan di koran. Mencari pekerjaan dengan gaji lebih besar agar rumah impian segera terwujud. Sebuah pekerjaan di kapal pesiar (cruise) dia ambil dan berlayarlah dia ke kota-kota di Asia sebagai tukang masak. "Namun, gajinya sama kecilnya. Saya cuma setahun di cruise," sebut dia.
--batas--
Balik ke daratan, Rie mengadu nasib dengan menjadi TKI di Malaysia. Dasar ada bakat cakap dan cerdas, Rie selalu diterima di setiap lowongan yang dilamarnya. Berangkatlah dia ke Malaysia dan selama dua tahun menabung ringgit di negeri jiran. "Pulang dari Malaysia, ada tabungan Rp 15 juta. Masih kurang untuk membangun rumah," ungkapnya.

Rie kembali memeras otak. Dia memutuskan untuk meninggalkan Malaysia dan pergi ke negeri impian berikutnya, Hongkong, pada awal 2004. "Gajinya memang lebih besar, tapi kerjanya juga lebih berat," ujarnya.

Ujian demi ujian dijalani Rie pada tahun-tahun pertama menjadi TKI di Hongkong. "Saya juga sempat bergonta-ganti juragan," ungkap Rie. Apalagi, Rie sangat memahami hak-haknya sebagai asisten rumah tangga. Jadi, dia selalu memberontak jika diperlakukan tidak adil atau dicurangi juragan atau agen.

Untunglah, masa-masa susah itu kini sudah menjadi masa lalu. Bukannya juragan lebih baik, tapi Rie kini lebih "kebal". Dia sudah bisa cuek dan "tebal telinga" jika juragan ngomel-ngomel. Selain itu, dan ini yang paling penting, Rie kini punya alat penyalur perasaan jika sedang stres dan sumpek. "Kalau saya ingin wadul, rasan-rasan, dan umuk, kini lewat blog saja," ujar Rie yang terdengar seperti menjelaskan tagline Babu Ngeblog sebagaimana yang sudah disinggung di atas.    

Awal Rie "gila" ngeblog cukup unik. Sibuk membanting tulang mewujudkan impian rumah banyak jendela membuat Rie sama sekali buta dengan segala hal tentang komputer, apalagi soal internet. Karena itu, dia bengong saat suatu hari pada 2006 juragannya "yang bekerja di bisnis IT" memberinya sebuah laptop bekas. "Saya bolak-balik aja itu laptop. Bos juga nggak ngomong apa-apa. Dia cuma nunjukin mana tombol power dan tombol enter," ungkapnya. "Selanjutnya, setiap saya tanya-tanya, dia jawab, cari di Google!" kenang Rie.

Jadilah, setiap ada waktu luang, Rie mengutak-atik laptopnya dan Googling tentang segala hal yang ingin dilakukannya dengan laptop bekasnya. Fasilitas free wifi di rumah juragan membuat dia leluasa "berkeliling dunia". Padahal, dia sedang berada di kamarnya yang berupa ruang kosong berdasar papan di dapur, di atas tumpukan kulkas dan mesin cuci (ada video kamar Rie di Babu Ngeblog). Selain suka membaca berita dari media-media online di tanah air, Rie mulai jatuh hati dengan tulisan-tulisan pribadi yang bertebaran di dunia maya. "Saya langsung terobsesi ingin bikin blog," ungkapnya.

Maka, berlakulah Rie seperti mahasiswa jurusan komputer semester pertama. Dia pelajari JavaScript, HTML, dan desain layout halaman. "Saya buka dan pelajari semua tutorial, bagaimana bikin tulisan itu jalan, kedip-kedip, naik turun, semua dari Google," ceritanya.

Kursus otodidak itu dia lakukan setiap malam, mulai pukul 23.00 sampai 03.00 pagi. "Juragan tidak tahu. Pernah suatu malam juragan laki-laki lihat lampu di dapur nyala dan tanya kenapa saya belum tidur. Saya pura-pura bangun tidur dan mengaku lupa matikan lampu," kenang Rie sambil tertawa.  

Dari belajar tak kenal lelah itu, tiga bulan kemudian, blog Rie pertama keluar. "Masih sangat mentah, layout tidak menarik, karena saya belum tahu cara bikin nge-link atau bikin read more," akunya. Karena tergolong perfeksionis, sampai tiga kali Rie "melahirkan", lalu "mematikan" blognya. Sampai akhirnya Rie cukup puas dengan tampilan Babu Ngeblog sekarang.

Tak hanya memuaskan dirinya, tulisan Rie di Babu Ngeblog beberapa kali juga menjadi trending topic di kalangan pekerja migran. Lewat tulisannya, Rie memberikan angle lain atas setiap hal yang jadi buah bibir pekerja migran di Hongkong. Misalnya soal penganiayaan TKW, kesejahteraan, hingga tema-tema sensitif seperti isu maraknya lesbian. "Dulu awal-awal blog saya sangat produktif. Semua hal saya tulis. Kini tentu lebih selektif dalam hal tema dan cara menulisnya," ungkap Rie.

Produktivitas Rie mulai dilirik media konvensional di tanah air dan di Hongkong. Beberapa media internal buruh migran menjadikan Rie sebagai penulis lepas. Sedangkan di Indonesia, tulisan Rie cukup rajin tayang di media bahasa Jawa di Panjebar Semangat dan Joyoboyo. "Bentuknya cerita bersambung. Saya memang suka menulis bahasa Jawa fiksi selain kesaksian di blog," jelasnya.

Rie juga kerap diundang menjadi panitia sekaligus narasumber penulisan di kalangan pekerja migran. "Sebetulnya ini sharing saja. Ada 10 sampai 12 orang yang aktif. Kami saling belajar," sebutnya.

Rie memang berharap aktivitas positif menulis bisa menular ke perempuan buruh migran lain seperti dirinya di negara mana pun. Karena itu, Babu Ngeblog tak hanya berisi isi hati Rie, namun juga kegiatan-kegiatan kelompok TKI di Hongkong.

Kini sudah sembilan tahun Rie tinggal di Hongkong. Dia mengakui kadang merasa capek dan ingin pulang ke kampung halaman. Rumah impian dengan banyak jendela sudah berdiri dan menunggunya pulang ke Blora. "Saya ingin 16 jendela, tapi tukang bilang maksimal bisa dibikin 12 jendela, ya nggak papa lah," ucap Rie sambil tersenyum mengenang mimpinya saat masa kecil.

Setelah berbincang hampir tiga jam, di pinggiran Victoria Park Jawa Pos dan Rie berpisah. Sambil memandangi punggungnya yang menjauh, Jawa Pos teringat ungkapan Pramoedya Ananta Toer, sastrawan besar Indonesia yang kebetulan satu kampung halaman dengan Rie. "Karena kau menulis. Suaramu tak "kan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari."

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images